Samarinda (ANTARA) - Polresta Samarinda mengungkapkan bahwa penyebab kematian bayi empat tahun, Ahmad Yusuf Ghazali dikarenakan tenggelam atau terseret arus banjir, dan polisi juga tidak menemukan adanya unsur kekerasan.
Pengungkapan kasus tersebut berdasarkan hasil outopsi lanjutan jasad Ahmad Yusuf Ghazali oleh tim forensik Mabes Polri.
Ahli forensik Mabes Polri, dr. Sumy Hastry Purwanti kepada awak media di Samarinda, Kamis, mengatakan pihaknya tidak menemukan tanda- tanda kekerasan di sejumlah bagian jasad Yusuf.
"Kami tidak menemukan adanya tanda-tanda kekerasan dari sisa belulang yang ada," kata Hastry didampingi Kapolresta Kombes Pol Arief Budiman dan kedua orangtua Yusuf, Bambang Sulistyo serta Melisari.
Dia membeberkan, dari pemeriksaan tujuh ruas tulang leher pihaknya tidak menemukan tanda kekerasan, begitu pula pada tulang dada yang berjumlah sembilan buah. Hal serupa juga terjadi pada lima ruas tulang bagian belakang jenazah Yusuf.
"Tulang bagian dada pun utuh tanpa ada kerusakan, tulang iga kanan dan kiri serta tulang belikat, panggul, dua tulang paha dan dua tungkai tulang bawah tidak ditemukan tanda kekerasan," bebernya.
Dari ke semua ruas tulang tersebut, selain tidak ditemukan tanda kekerasan, semuanya pun terlepas begitu normal akibat proses pembusukan jenazah pada umumnya.
"Mengacu pada sumpah jabatan kami dalam hukum acara pidana, maka kami telah melakukan pemeriksaan dan penjelasan dengan sebenar-benarnya," tegas Hastry.
Terkait kepala jenazah Yusuf yang terlepas dan sampai saat ini belum ditemukan keberadaannya, menurut Hastry bisa terjadi karena proses pembusukan di air, serta jauhnya tubuh balita malang itu terseret dari titik awalnya menghilang.
"Karena proses pembusukan dan jenazah sudah 16 hari di air. Almarhum masih kecil, sehingga tulang kepalanya rawan dan pasti akan mudah terlepas," imbuhnya.
Sedangkan untuk organ tubuh yang menghilang, Hastry juga memiliki jawabannya. Dari hasil pemeriksaan lanjutan, ia menemukan tulang dada yang masih melekat di sela tulang iga dan tidak ada retakan ataupun tanda kekerasan.
Menurut Hastry, jenazah seorang balita memang begitu cepat mengalami pembusukan karena banyak terdapat tulang rawan di dalamnya, dibandingkan dengan tubuh orang dewasa.
Sedangkan untuk waktu terurainya organ dalam, berkisar empat hingga lima hari.
"Pembusukan manusia setelah hari ketujuh kematian, itu pun tergantung lokasi, kalau di air lebih cepat hancurnya," katanya.
"Penyebab kematian karena tenggelam," sambungnya.
Kapolresta Samarinda Kombes Pol Arief Budiman menambahkan dari hasil autopsi yang telah disampaikan dr. Hastry, maka bisa diambil kesimpulan penyebab kematian balita Yusuf karena tenggelam atau terseret arus banjir.
Dengan begitu, maka penetapan dua tersangka dari pihak PAUD Jannatul Athfaal tempat Yusuf dititipkan akan semakin menguat, lantaran tidak adanya indikasi pada pelaku tindak kriminalitas pada kasus ini.
"Jadi kemungkinan meninggal bukan karena ada pelaku kriminalitas. Dengan begitu, maka proses lanjutan akan lebih berjalan lancar, dan saat ini pemberkasan kedua tersangka pun sudah memasuki tahap satu," tegasnya.