Sangatta (ANTARA) - Dinas Pertanian Kabupaten Kutai Timur mendorong petani kelapa sawit wilayah setempat untuk meningkatkan mutu dan kualitas kelapa sawit olahannya, sehingga bisa eksis menembus pasar Internasional.
Kepala Dinas Pertanian Kutim, Sugiono di Sangatta, Rabu mengatakan bahwa komoditas produk kelapa sawit asal Indonesia diakui masih sangat dibutuhkan di Uni Eropa (UE). Hanya saja, produk yang diinginkan perlu memiliki standar mutu dan proses produksi yang baik.
"Ada beberapa standar yang diwajibkan agar ekspor sawit bisa menembus pasar uni eropa terkait isu lingkungan hidup, konservasi hutan dan lahan, pengelolaan ramah lingkungan termasuk sertifikasi produk kelapa sawit hingga ke petani kecil,” katanya.
Sehari sebelumnya Selasa (10/11) saat memberikan materi kepada petani kelapa sawit dalam acara pelatihan Petani Kelapa Sawit Rakyat menuju Sertifikasi Berkelanjutan di Hotel Victoria mengatakan, kegiatan Pelatihan dengan tujuan peningkatan SDM Petani Kelapa Sawit Kutim tersebut merupakan agenda kegiatan Pemkab Kutim bekerjasama dengan Deutsche Gesellschaft für Internationale Zusammenarbeit GmbH (GIZ).
Lebih lanjut, Sugiono menjelaskan bahwa peningkatan kualitas ekspor kelapa sawit harus dilakukan secara komprehensif baik dari kapasitas SDM maupun manajemen pengelolaan kelapa sawit.
“Harus ada ilmu khusus dalam pengelolaan kepala sawit yang berkelanjutan ini, baik produsen maupun SDM-nya. Ini pelatihan yang pertama dan target awalnya semua penyuluh di kecamatan punya lisensi atau bersertifikasi,” tegasnya.
Asisten Trainer dari Forum Petani Kelapa Sawit Berkelanjutan Indonesia (Forbasi) sebagai mitra GIZ, Novia Ayu menambahkan untuk perbaikan tata kelola kelapa sawit Pemerintah Indonesia telah menerbitkan Sistem Sertifikasi Kelapa Sawit Berkelanjutan Indonesia (Indonesian Sustainable Palm Oil/ISPO) pada 2011 yang kemudian diperbaiki pada Tahun 2015.
Selain itu, Ayu membeberkan prinsip –prinsip pengelolaan kelapa sawit yang berkelanjutan yang termuat dalam RSPO (Roundtable on Suistanable Palm Oil).
"Prinsip pengelolan diantaranya komitemen transparansi, memenuhi kaidah hukum yang berlaku, kelayakan ekonomi dan keuangan jangka penjang, kelestarian alam dan keanekaragaman hayati, minimalisasi dampak lingkungan akibat penggunaan pestisida, tanggung jawab keseluruh pihak yang berdampak dari usaha perkebunan serta dinamika kelompok,” jelas Ayu.