Datah Bilang (Antaranews Kaltim) - Proses musyawarah bersama warga merupakan roh dalam pembangunan desa/kampung, sehingga pihak berwenang di Kabupaten Mahakam Ulu (Mahulu) menekankan kepada perangkat kampung untuk selalu melibatkan masyarakat dalam perencanaan pembangunan.
"Dalam menjalankan kegiatan pembangunan dan pemberdayaan di suatu desa, bisa dipastikan tidak akan maksimal jika sebelumnya tidak dilakukan musyawarah karena bisa saja ada sekelompok masyarakat yang tidak setuju," kata Tenaga Teknis Gerbangmas Kabupaten Mahulu, Imam Subarkah, di Datah Bilang,Rabu.
Sebelumnya, saat mendampingi Tim 11 Kampung Datah Bilang Baru, Kecamatan Long Hubung, Mahulu, Provinsi Kalimantan Timur, untuk persiapan menyusun Rencana Pembangunan Jangka Menengah Kampung (RPJMKam), Imam menjelaskan, bahwa kampung terdiri atas empat komponen.
Empat komponen itu yakni adanya masyarakat, adanya pemerintahan kampung, badan permusyawaratan kampung, dan adanya musyawarah. Apabila satu komponen dihilangkan, misalnya masyarakat tidak diajak bermusyawarah dalam pembangunan, maka roh kampung akan hilang.
Apabila roh hilang, maka setiap kegiatan yang dilaksanakan di kampung pasti tidak terkendali yang pada akhirnya menciptakan kegaduhan oleh kelompok masyarakat tertentu.
Hal ini terjadi karena ada kelompok masyarakat yang merasa tidak dianggap sebagai warga karena tidak pernah diajak berunding dalam membangun kampung.
Dalam kaitan penyusunan RPJMKam Datah Bilang Baru periode 2018-2023, lanjut Imam, Tim 11 diharuskan mengundang semua perwakilan masyarakat guna menentukan arah pembangunan kampung enam tahun ke depan, sesuai dengan masa jabatan petinggi, mengacu visi misi petinggi dan sesuai dengan visi misi Pemkab Mahulu.
Ia melanjutkan, dalam proses musyawarah untuk menetapkan RPJMKam, idealnya tim 11 mengacu pada tiga komponen, yakni menyiapkan peta sosial atau sketsa kampung, kalender musim, dan pendekatan kelompok, baik kelompok tani, karang taruna, PKK, LSM, maupun kelompok lain di desa tersebut.
Tujuan dari penyiapan tiga komponen ini adalah untuk memotivasi peserta diskusi menemukan masalah yang terjadi atau yang dialami warga, sehingga ketika muncul masalah, maka akan muncul pula sejumlah solusi dan potensi yang diungkapkan oleh peserta musyawarah itu sendiri sehingga jawaban dari masalah inilah yang kemudian masuk dalam RPJMKam.
Misalnya, menurut Imam, ketika dimunculkan peta sosial dan diketahui ada rawa dalam peta itu, bisa saja ada peserta yang menyatakan bahwa rawa merupakan potensi untuk memelihara ikan, sehingga akan muncul ide untuk membuat keramba atau tanpa keramba, namun dengan kesepakatan tertentu.
"Begitu pula dengan pendekatan kelompok, jika ditemukan hamparan lahan karet produktif namun tidak disadap karena tidak ada pembeli atau harga getah karet yang murah, maka di situ akan muncul usulan untuk menelusuri harga karet yang sebenarnya dan mendalami tata niaganya sehingga masalah dengan mudah teratasi," ujar Imam.(*)