Samarinda (ANTARA News Kaltim) - Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kalimantan Timur sampai kini belum menemukan bukti kuat terkait dugaan pembantaian puluhan ekor Orangutan Kalimantan (Pongo Pygmaeus Morio) di Desa Puan Cepak, Kecamatan Muara Kaman, Kabupaten Kutai Kartanegara periode 2009 hingga 2010.
Kepala BKSDA Kaltim, Tandya Tjahjana di Samarinda, Senin mengatakan bahwa walaupun tim yang telah dibentuk sudah bekerja selama satu bulan namun belum ada bukti kerangka orangutan yang dapat dijadikan sebagai petunjuk pembantaian orangutan tersebut.
"Bukti yang mengarah bahwa telah terjadi pembantaian itu masih minim. Tim yang telah kami bentuk sudah bekerja sejak akhir September namun sejauh ini kami belum menemukan kerangka yang disebut sebagai tulang orangutan yang dibantai itu," ungkap Tandya Tjahyana.
Namun, pihak BKSDA Kaltim kata dia telah mengumpulkan sejumlah foto pembantaian orangutan.
"Bukti foto yang kami peroleh dari salah satu media yang telah memberitakan dugaan pembantaian ini belum kuat sehingga kami masih akan terus melakukan penyelidikan bersama pihak Polresta Kutai Kartanegara untuk mengungkap kasus ini," kata Tandya Tjahyana.
BKSD Kaltim lanjut Tandya Tjahyana baru mengetahui melalui pemberitaan media terkait adanya tulang orangutan yang diserahkan warga ke Pusat Penelitian Hutan Tropis Universitas Mulawaran (Unmul) Samarinda.
"Saya baru tahu tadi setelah baca koran. Saya sangat menyayangkan, jika ada butki kerangka itu kenapa tidaK diserahkan ke BKSDA. Kami akan melakukan pemeriksaan pada si pembawa dan pemberi tulang itu dan kami akan mengambil sampel tulang itu untuk dilakukan uji forensik," ungkap Tandya Tjahyana.
BKSDA Kaltim dan Polres Kutai Kartanegera sejak 27 September 2011 telah menurunkan tim ke Kecamatan Muara Kaman namun hingga saat ini belum menemukan kerangka orangutan, sementara beberapa wartawan yang selama dua hari melakukan investigasi berhasil mendapatkan tulang orangutan dari salah seorang warga kemudian diserahkan ke Pusat Penelitian Hutan Tropis Unmul Samarinda untuk diteliti pada Jumat (28/10).
Wartawan yang melakukan investigasi di Desa Puan Cepak itu juga telah memberikan bukti-bukti berupa foto pembantaian orangutan.
Ditanya pengawasan pada satwa langka dan dilindungi mengingat peristiwa tersebut terjadi di dalam kurung waktu cukup lama yang diduga melibatkan masyarakat atas suruhan sebuah perusahaan kelapa sawit di Desa Puan Cepak, Kecamatan Muara Kaman, Tandya Tjahyana mengaku kesulitan memantau pergerakan orangutan tersebut akibat luasnya areal jelajah orangutan dan minimnya petugas.
"Kami tidak bisa memantau dan mengawasi semua satwa langka dan dilindungi sebab hutan Kaltim sangat luas sementara jumlah personil kami sangat terbatas," ungkap Tandya Tjahjana.
Kasus pembantaian orangutan ini merebak sejak pertengahan September 2011 setelah seorang warga dengan membawa bukti-bukti foto melaporkannya ke salah satu koran di Samarinda.
Kepala Desa Puan Cepak, Kecamatan Muara Kaman, Kabupaten Kutai Kartanegara, Kadir, sempat membenarkan terjadinya pembunuhan pada sejumlah orangutan Kalimantan itu.
"Kejadian itu diperkirakan berlangsung dua atau tiga tahun lalu, sebelum saya menjadi Kepala Desa. Pembunuhan Orangutan itu sudah menjadi rahasia umum bagi masyarakat Desa Puan Cepak," kata Kadir.
Kepentingan Perusahaan Sawit
Kepala Desa Puan Cepak itu mensinyalir, pembunuhan OranguUtan oleh warga tersebut berdasarkan kepentingan perusahaan sawit yang beroperasi di desa itu.
"Saya mendapat informasi kalau warga dibayar per ekor untuk membunuh Urangutan itu. Namun, saya tidak tahu berapa nilainya tetapi saya menduga warga melakukan itu karena kepentingn perusahaan," katnya.
"Saat ini populasi Orangutan yang tersisa sekitar 10 ekor," ungkap Kadir.
Sementara, Kepala Seksi Trantib Kecamatan Muara Kaman, Arsil mengatakan, tidak pernah mendengar adanya pembunuhan Orangutan tersebut.
"Setahu saya, selama ini tidak pernah ada interaksi antara masyarakat dengan Orangutan sebab satwa langka dan dilindungi tersebut hidup di tengah hutan dan tidak pernah masuk ke wilayah pemukiman penduduk. Malah, jika melihat manusia Orangutan itu lari," kata Arsil.
Namun dia juga tidak menampik jika kemungkinan pembunuhan itu akibat adanya kepentingan perusahaan.
"Di sana ada beberapa perusahaan sawit dan batu bara sehingga bisa saja jika dianggap mengganggu Orang Utan itu dibunuh. Tapi saya belum tahu secara pasti mengenai pembunuhan tersebut," kata Arsil.
Populasi Orangutan di Kecamatan Muara Kaman kata dia diperkirakan tersisa sekitar 200 ekor.(*)
BKSDA Belum Temukan Bukti Pembantaian Orangutan
Selasa, 1 November 2011 0:01 WIB