Samarinda (Antaranews Kaltim) - Anggota DPR RI Daerah Pemilihan Provinsi Kaltim-Kaltara Hetifah Sjaifudian mengingatkan masing-masing pasangan Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur Provinsi Kaltim untuk tidak saling menghujat dan memfitnah lawan politik selama menjalani kampanye pilkada.
"Kampanye merupakan sarana menyampaikan visi dan misi, maka kampanye hendaklah dijadikan momentum tepat dalam menyampaikan cita-cita demi membangun Kaltim menuju yang lebih baik, bukan dijadikan ajang menjelek-jelekkan pasangan calon lain," ujar Hetifah dihubungi dari Samarinda, Sabtu.
Ia menyampaikan hal ini seiring masa kampanye dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Provinsi Kalimantan Timur sudah berlangsung sejak 15 Februari hingga 23 Juni 2018.
Hetifah berharap kampanye dan Pilkada Kaltim 2018 berjalan aman, lancar dan tanpa adanya pasangan calon gubernur yang tersandung masalah penghinaan terhadap pasangan calon lain.
"Pilkada 2018 telah memasuki masa kampanye, maka saya selaku anggota Komisi II DPR RI merasa perlu mengingatkan bahwa kampanye harus dilaksanakan sebagai ajang adu gagasan, bukan sebagai pemecah belah masyarakat. Tujuannya adalah agar masyarakat mengetahui pasangan mana yang realistis dalam upaya membangun Kaltim," katanya.
Menurut Hetifah, semangat kampanye adalah untuk pendidikan politik kepada masyarakat, sehingga para juru kampanye dan masing-masing calon harus mendidik masyarakat melalui kampanye, yakni dengan lebih menonjolkan ide cerdas dan strategi membangun daerah.
Berdasarkan UU Pemilu, lanjutnya, materi kampanye harus mengutamakan visi dan misi yang disusun dalam rangka membangun daerah, sehingga kampanye seharusnya menjadi ajang adu gagasan, bukan ajang adu domba.
"Ini berarti kampanye bukan sekedar berkumpul di lapangan, menyampaikan keinginan, kemudian menghujat dan memfitnah lawan. Namun, hal yang harus disadari semua pihak adalah bahwa kampanye sangat penting karena pemilih dapat mengetahui informasi para pasangan calon," tuturnya.
Ia menambahkan, berkampanye merupakan hal yang penting karena dalam kegiatan ini juga adalah hak masyarakat untuk mengetahui siapa saja calon pemimpinnya, prestasi dan rekam jejak, termasuk bagaimana rencana membangun daerah agar masyarakat tidak salah pilih sehingga isi kampanye harus informatif dan edukatif.
Hetifah juga menjelaskan bahwa salah satu larangan dalam kampanye adalah menghina seseorang, suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA), sehingga seluruh pasangan calon dan tim suksesnya tidak menggunakan isu SARA yang meresahkan.
"Aturannya sudah jelas, larangan dalam kampanye antara lain tidak dibenarkan membawa isu SARA, dilarang menghasut, memfitnah, mengadu domba partai politik, perseorangan, dan/atau kelompok masyarakat. Untuk itu berkampanyelah seluas-luasnya, namun jangan lupa bawa ada beberapa prinsip yang tidak boleh dilanggar," tuturnya. (*)
"Kampanye merupakan sarana menyampaikan visi dan misi, maka kampanye hendaklah dijadikan momentum tepat dalam menyampaikan cita-cita demi membangun Kaltim menuju yang lebih baik, bukan dijadikan ajang menjelek-jelekkan pasangan calon lain," ujar Hetifah dihubungi dari Samarinda, Sabtu.
Ia menyampaikan hal ini seiring masa kampanye dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Provinsi Kalimantan Timur sudah berlangsung sejak 15 Februari hingga 23 Juni 2018.
Hetifah berharap kampanye dan Pilkada Kaltim 2018 berjalan aman, lancar dan tanpa adanya pasangan calon gubernur yang tersandung masalah penghinaan terhadap pasangan calon lain.
"Pilkada 2018 telah memasuki masa kampanye, maka saya selaku anggota Komisi II DPR RI merasa perlu mengingatkan bahwa kampanye harus dilaksanakan sebagai ajang adu gagasan, bukan sebagai pemecah belah masyarakat. Tujuannya adalah agar masyarakat mengetahui pasangan mana yang realistis dalam upaya membangun Kaltim," katanya.
Menurut Hetifah, semangat kampanye adalah untuk pendidikan politik kepada masyarakat, sehingga para juru kampanye dan masing-masing calon harus mendidik masyarakat melalui kampanye, yakni dengan lebih menonjolkan ide cerdas dan strategi membangun daerah.
Berdasarkan UU Pemilu, lanjutnya, materi kampanye harus mengutamakan visi dan misi yang disusun dalam rangka membangun daerah, sehingga kampanye seharusnya menjadi ajang adu gagasan, bukan ajang adu domba.
"Ini berarti kampanye bukan sekedar berkumpul di lapangan, menyampaikan keinginan, kemudian menghujat dan memfitnah lawan. Namun, hal yang harus disadari semua pihak adalah bahwa kampanye sangat penting karena pemilih dapat mengetahui informasi para pasangan calon," tuturnya.
Ia menambahkan, berkampanye merupakan hal yang penting karena dalam kegiatan ini juga adalah hak masyarakat untuk mengetahui siapa saja calon pemimpinnya, prestasi dan rekam jejak, termasuk bagaimana rencana membangun daerah agar masyarakat tidak salah pilih sehingga isi kampanye harus informatif dan edukatif.
Hetifah juga menjelaskan bahwa salah satu larangan dalam kampanye adalah menghina seseorang, suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA), sehingga seluruh pasangan calon dan tim suksesnya tidak menggunakan isu SARA yang meresahkan.
"Aturannya sudah jelas, larangan dalam kampanye antara lain tidak dibenarkan membawa isu SARA, dilarang menghasut, memfitnah, mengadu domba partai politik, perseorangan, dan/atau kelompok masyarakat. Untuk itu berkampanyelah seluas-luasnya, namun jangan lupa bawa ada beberapa prinsip yang tidak boleh dilanggar," tuturnya. (*)