Jakarta (ANTARA News) - Ketua Umum Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia
(ICMI), Jimly Asshiddiqie menilai harus ada pengaturan ulang industri
media, khususnya televisi, di Indonesia agar tidak digunakan untuk
kepentingan pribadi.
"Harus ada pengaturan ulang tentang industri media. Media sosial
juga membuat repot kita begitu juga televisi. Memang harus ada
pengaturan," ujar dia di Jakarta, Selasa.
Menurut Jimly akan
berbahaya jika kepentingan media televisi yang menggunakan frekuensi
publik hanya untuk kepentingan sendiri serta tujuan utama mencari uang.
Ia berpendapat dunia politik, ekonomi, dan media harus dipisahkan karena persepsi publik ditentukan media.
Apalagi frekuensi merupakan milik publik sehingga harus ada jam
tayang untuk kepentingan publik yang mendidik dan tidak bermuatan
kepentingan politik.
Menurut mantan ketua Mahkamah Konstitusi itu, saat menjelang
pemilihan umum nanti semua partai harus mendapat waktu yang sama muncul
di televisi.
"Dalam pemilu public service obligation harus dinikmati oleh
lembaga-lembaga pemerintahan dan partai politik secara sama. Misalnya
musim pemilu setahun ada 10 partai, masing-masing kebagian jam tayang
sama untuk kepentingan publik, jadi jangan sampai media kita
dikangkangi," tutur dia.
Jika dulu pemisahan kekuasaan adalah eksekutif, legislatif, dan
yudikatif, menurut dia sekarang yang harus dipisah adalah politik,
ekonomi, dan media.
Jimly menilai sekarang kecenderungan pengusaha lebih memilih menjadi
pemain dengan menguasai media daripada sekadar sebagai donatur.
"Tanpa adanya pemisahan bahaya. Ukuran ideal demokrasi abad 20
dengan sekarang beda sebab kecenderungannya adalah modal di mana-mana,"
ujar dia.
Untuk itu, Komisi Penyiaran Indonesia harus diperkuat dan ia
berharap hal tersebut segera terwujud dalam revisi Undang-Undang Nomor
32 Tahun 2002 tentang Penyiaran yang hingga kini belum rampung. (*)
Jimly: Harus Ada Pengaturan Ulang Industri Media
Rabu, 6 September 2017 12:02 WIB