Samarinda (ANTARA Kaltim) - Lembaga Swadaya Masyarakat Kelompok Kerja 30 akan mengajukan permohonan ulang kepada Universitas Mulawarman Samarinda atas salinan dokumen program kerja sama yang dilakukan dengan Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, karena sifatnya bukan dokumen rahasia yang tertutup bagi publik.
"Setelah Majelis Komisioner Komisi Informasi (KI) Provinsi Kalimantan Timur menetapkan permohonan informasi kami prematur, hal ini bukan masalah karena kami masih bisa mengajukan permintaan ulang," ujar peneliti Pokja 30, M Sulaiman, selaku pemohon informasi publik, di Samarinda, Senin.
Sidang sengketa informasi antara pemohon dari Pokja 30 dengan termohon Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Mulawarman (Unmul) yang digelar KI Kaltim, memutuskan bahwa permintaan pemohon kepada KI Kaltim bersifat prematur karena belum melewetai 21 hari sejak surat permohonan diserahkan kepada Unmul.
Namun demikian, dalam sidang tersebut, Pokja 30 mendapat informasi baru bahwa Unmul merupakan Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) sehingga wajib memberikan informasi kepada publik, termasuk penggunaan anggaran baik yang diperoleh dari APBN, APBD, maupun dari mahasiswa atau masyarakat.
Sulaiman bersikukuh ingin mendapatkan salinan dokumen program kerja sama yang dilakukan Prodi Manajamen Magister FEB Unmul Samarinda dengan UGM Yogyakarta, karena ada indikasi penyalahgunaan biaya yang dibayarkan oleh mahasiswa.
Dokumen yang diminta Pokja 30 yang diwakili oleh Suliman, antara lain salinan dokumen kerja sama selama tiga angkatan, yakni angkatan 33, 34, dan 35.
Hal ini perlu diketahui karena sebelumnya terdapat 108 mahasiswa angkatan 35 yang terdiri dari empat kelas diharuskan mengikuti kuliah singkat (short course) selama dua hari di Yogyakarta plus satu hari rekreasi yangbmerupakan program wajib.
"Biaya selama tiga hari itu sebesar Rp3,9 juta per orang di luar biaya tiket. Letak kejanggalannya adalah uang tersebut disetor ke rekening pribadi atas nama Denok Pratiwi. Padahal, seharusnya disetor ke rekening lembaga. Total dana yang masuk dari tiga angkatan ini berdasarkan perhitungan sementara kami mencapai Rp2,5 miliar," katanya.
Ia melanjutkan, dugaan yang muncul dari masalah ini adalah adanya maladministrasi, karena penerimaan dana mahasiswa ke rekening pribadi tidak sesuai dengan PP Nomor 74 Tahun 2012 tentang perubahan PP Nomor 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan BLUD.
"Mahasiswa juga tidak pernah diberi tanda terima atas pembayaran tersebut. Kemudian pengelola tidak transparan karena tidak ada rincian penggunaan dana, bahkan tidak ada pertanggungjawaban. Makanya kami minta salinan dokumen perjanjian kerja samanya supaya semua jelas," kata Sulaiman. (*)