Samarinda (ANTARA News-Kaltim) - Stanislav Lhota, ilmuwan dari Departemen Zoologi, Universitas South Bohemia Republik Chechnya merasa prihatin dengan kehidupan berbagai satwa langka di Teluk Balikpapan yang ternyata menyimpan potensi keanekaragaman hayati (bio-diversity) luar biasa.
Hutan mangrove Teluk Balikpapan selain menjadi habitat satwa langka, Bekantan dengan populasi mewakili sekitar lima persen dari total di dunia atau mencapai 1.400 ekor, maka kawasan itu juga kian memiliki arti penting karena terdapat kawanan Pesut Mahakam pada perairannya.
"Populasi Pesut di Teluk Balikpapan sekitar 60-140 ekor. Muara Tempadung merupakan habitat yang sangat penting bagi pesut, sebagai daerah pencarian ikan dan migrasi," kata peneliti dari Chehnya, Stanislav Lhota di Balikpapan, belum lama ini.
Perkiraan jumlah populasi satwa yang menyukai formasi ganjil dalam satu kawanan itu berdasarkan dari frekwensi kemunculannya ke permukaan air.
Ia menjelaskan bahwa beberapa kegiatan di kawasan Teluk Balikpapan baik oleh nelayan, aktifitas kapal-kapal perusahaan, serta kegiatan pembangunan pelabuhan perusahaan batu bara dan pengeboran pipa perusahaan Migas tidak hanya mengganggu pesut, tetapi juga dapat menyebabkan kerusakan permanen pada telinga pesut.
Termasuk kasus hadirnya sebuah perusahaan pengelolaan minyak sawit mentah (crude palm oil, CPO) yang kini mulai membangun unit pengolahan minyak sawit mentah di Muara Tempadung, Ulu Teluk Balikpapan.
Padahal kawasan itu masuk dalam klasifikasi kawasan lindung oleh RTRW Kota Balikpapan dan dinilai sebagai Hutan Konservasi Tinggi (HCV) menurut standar internasional, terutama karena mempunyai salah satu populasi monyet bekantan yang di antara terbesar di dunia.
"Pesut mencari dan menangkap ikan dengan cara echolocation (sonar) dan jika telinga mereka rusak mereka tidak dapat menemukan makanan. Kegiatan pengeboran pipa sangat berbahaya bagi pesut," imbuh dia.
"Oleh karena itu, pada fase konstruksi dermaga harus wajib untuk menggunakan 'bubble jaket' atau 'bubble curtain' (tirai gelembung) dan program monitoring pesut selama konstruksi pelabuhan. Tirai gelembung berfungsi sebagai saringan suara dan secara signifikan mengurangi gangguan pesut serta ikan," papar ilmuwan yang menggembari fotografi itu.
Selain itu, monitoring pesut di lokasi pemasangan dan pipa harus memastikan bahwa operasi pancang berhenti kapan saja ketika pesut muncul dalam radius 500 m. Perhatian juga diperlukan supaya tidak mengganggu Pesut selama waktu operasi perusahaan.
Ia menilai bahwa seharusnya Kapal harus tidak diizinkan untuk masuk atau meninggalkan dermaga selama waktu Pesut terantisipasi melewati Pulau Balang dan mencari ikan di Muara Tempadung.
Secara umum ia mengusulkan agar pemerintah benar-benar menjaga kelestarian lingkungan di Teluk Balikpapan baik di air maupun di darat, mengingat hutan bakau di kawasan itu juga menjadi salah satu habitat 1.400 ekor bekantan atau mewakili lima persen dari total satwa langka itu di seluruh dunia.
Daftar Memanimalisir Kerusakan
Keberadaan Pesut Mahakam di pesisir selatan Kalimantan Timur itu sebenarnya bukan hanya yang baru karena sudah diketahui oleh peneliti dari Belanda serta anggota tim Proyek Pesisir beberapa tahun silam.
Namun, pemerintah pusat maupun pemerintah selama ini agaknya kurang begitu perduli dengan upaya-upaya untuk pelestarian lingkungan di kawasan pesisir Balikapapan dan Panajam Paser Utara itu.
Stanislav Lhota menyarankan agar semua pemerintah daerah (Pemkot Balikpapan) konsisten dalam menjalankan berbagai program lingkungan hidupnya.
"Kawasan ini memiliki keanekaragaman hayati yang luar biasa dan menyediakan jasa ekosistem yang berharga tinggi untuk kota Balikpapan dan Penajam," katanya.
Daerah Aliran Sungai (DAS) Teluk Balikpapan menyediaan air bersih dan akses ke beberapa pelabuhan serta mendukung perikanan setempat. Namun, jasa lingkungan ini sangat terancaman dari pengembangan industri pesisir yang mencemari air, mengancam satwa liar dan mengakibatkan erosi dan tingkat sedimentasi meningkat.
Baru-baru ini, sebuah perusahaan pengelolaan minyak sawit mentah (crude palm oil, CPO) mulai membangun unit pengolahan minyak sawit mentah di Muara Tempadung, Ulu Teluk Balikpapan, di daerah diklasifikasikan sebagai kawasan lindung oleh RTRW Kota Balikpapan dan dinilai sebagai Hutan Konservasi Tinggi (HCV) menurut standar internasional, terutama karena mempunyai salah satu populasi monyet bekantan yang di antara terbesar di dunia.
"Setelah masalah kerusakan lingkungan yang bisa muncul karena projek tersebut dapat diekspos, sebuah tim ahli internasional membuat daftar saran bagaimana meminimalkan dampak lingkungan pembangunan itu," katanya.
Ada enam saran terkait penyelamatan lingkungan itu, pertama terkait dengan upaya perlindungan populasi Pesut (Orcaella brevirostris), kedua untuk perlindungan biocorridor untuk bekantan (Nasalis larvatus), saran ketiga mengenai perlindungan terumbu karang dan monitoring pencemaran air, dan saran keempat mengenai Karakter RTH (Ruang Terbuka Hijau) yang sesuai dengan status Kawasan Lindung dan Hutan Nilai Konservasi Tinggi.
"Saran kelima, yakni Perlindungan nilai estetika lanskap, dan saran keenam terkait kontribusi teratur untuk kontrol penebangan liar," papar dia.
Kalau perusahan tersebut benar-benar ingin menbangun unit pengelolaan CPO dengan cara ramah lingkungan di lokasi itu, biaya yang akan diperlukan pasti sangat tinggi. Dan sangat pasti berdampak merusak lingkungan.
"Itu dibuktikan oleh perusahaan sendiri. Meskipun mereka telah berjanji untuk melakukan program monitoring pesut yang disarankan untuk meminimalkan dampak pembangunan dermaga pada saat yang sama perusahaan terus melakukan kegiatan memancang pipa tanpa pengawasan tim kontrol," imbuh dia.
Kegiatan proyek dengan pemilihan lokasi unit pengolahan CPO di kawasan lindung, katanya telah menimbulkan kerusakan lingkungan yang sangat berarti bagi pengembangan konservasi alam.
Kegiatan itu, berdampak langsung bagi upaya perlindungan populasi Pesut Mahakam akibat aktifitas pengeboran pipa pondasi yang menyebabkan kerusakan telinga pesut yang mencari ikan dengan sistem sonar.
Kegiatan itu juga berdampak bagi upaya perlindungan biocorridor untuk bekantan (Nasalis larvatus). Padahal Teluk Balikpapan adalah habitat bagi salah satu dari enam populasi terbesar monyet bekantan (Nasalis larvatus). Jenis ini dapat terdaftar sebagai satwa yang Terancam Punah (Endangered) oleh IUCN Red List.
"Lebih dari 1.400 monyet ini masih hidup di teluk, yang mungkin sebanyak lima persen dari populasi dunia dari spesies," katanya.
Kegiatan itu juga berdampak bagi perlindungan terumbu karang dan monitoring pencemaran air. Sebuah terumbu karang yang unik terdapat di muara Sungai Tempadung, kadang-kadang disebut masyarakat lokal adalah Batu Kapal.
"Terumbu ini tidak lebih dari 50 m dari lokasi pembangunan pelabuhan. Ada kepentingan mempertimbangkan dampak pencemaran air pada terumbu karang, populasi pesut dan satwa langka lain (duyung, penyu hijau) dan perikanan setempat," katanya.
Perikanan terus menjadi pekerjaan penting bagi banyak penduduk desa di sepanjang pantai (Pantai Lango, Jenebora, Gersik, dan lainnya). Para nelayan dengan jelas melihat bahwa produksi ikan telah menurun tajam dalam beberapa tahun terakhir.
"Teluk Balikpapan memiliki sistem sirkulasi air yang relatif tertutup dan diberi posisi perusahan 19,5 km dari hilir teluk, sangat diharapkan bahwa semua limbah yang dihasilkan oleh perusahaan tersebut akan tetap di perairan teluk. Oleh karena itu harus ada monitoring rutin kualitas air dan kondisi terumbu karang di sebelah dermaga," papar dia.
"Program penyelamatan Teluk Balikpapan sejalan dengan berbagai program Pemkot Balikpapan. Apalagi Balikpapan telah menerima hadiah untuk rencana tata ruang yang patut dicontoh oleh Pemerintah Nasional pada tahun 2005," katanya.
Pemkot Harus Konsisten
Ia berharap agar Pemkot harus konsisten dengan program lingkungannya, mengingat perusahan tersebut menempati daerah yang dirancang sebagai Kawasan mangrove dan Kawasan lindung sesuai rencana tata ruang ini.
"Pembukaan daerah ini untuk konstruksi skala besar harus menghormati ekosistem yang unik dan penting, populasi spesies terancam punah, dan nilai-nilai lanskap. Ruang terbuka hijau (RTH) di sekitar lokasi harus terdiri dekat dari hutan," kata Stanislav Lhota. Peneliti itu menilai bahwa menanam rumput dan tanaman hias harus dihindari, karena RTH tersebut tidak memiliki nilai konservasi.
Seharusnya tidak ada spesies tumbuhan eksotik yang diintrodusikan ke lokasi, termasuk tanaman hias, beberapa di antaranya bisa menjadi invasif ke dalam hutan.
Mengenai perlindungan nilai estetika lanskap, ia menjelaskan bahwa Sungai Tempadung mempunyai hutan mangrove terbaik di wilayah Balikpapan. Lokasi ini juga merupakan gerbang ke area mangrove lebih baik dilestarikan utama dari Teluk Balikpapan atas. Selat antara muara Tempadung dan Pulau Balang memiliki tampilan yang indah, yang memberikan kesan meninggalkan kawasan industri dan memasuki alam.
Wilayah Pulau Balang dan Pulau Kwangan sering sedang direncanakan untuk menjadi kawasan ekowisata. Pemandangan menarik dari muara Tempadung penting untuk menjaga potensi daerah untuk menarik pengunjung, serta untuk promosi Balikpapan sebagai kota hijau dan lingkungan sensitif.
"Sehingga program pembangunan yang tidak sensitif maka bisa menyebabkan potensi ini akan hilang secara permanen, bersama-sama dengan pemandangan yang masih indah. Bangunan dan struktur fisik yang lain harus dibangun sehingga sehingga tidak dapat terlihat dari laut dan tidak mengganggu kesan Muara Tempadung sebagai pintu gerbang ke bagian Teluk Balikpapan yang belum tergangu oleh pembangunan," katanya.
Sedangkan mengenai usul kontribusi teratur untuk kontrol penebangan liar, ia memaparkan bahwa hadirnya mess "illegal logging" di Tempadung Tawar masih aktif dan dengan masuknya pembangunan unit pengelolaan CPO, kondisi ini akan menjadi jauh lebih buruk.
"Belum adanya langkah-langkah pencegahan yang ketat maka perusahaan dapat menjadi penanggungjawab untuk meningkatkan lebih lanjut kegiatan pembalakan liar," katanya.
Ia menilai bahwa mengatasi kondisi tersebut maka perlu ada kontrol yang ketat bahwa semua kayu yang digunakan dalam konstruksi pabrik adalah legal dan bersertifikat, dan perusahaan seharusnya membayar sumbangan rutin untuk patroli yang akan mengontrol pembalakan liar di daerah tersebut.
Dari beberapa saran tersebut, tampaknya upaya penyelamatan kehidupan liar luar biasa yang ternyata hanya bebebarapa kilometer dari pusat Kota Balikpapan tergantung "political will" (kemauan politik) Pemkot Balikpapan agar benar-benar konsisten menjalankan program lingkungannya.