Balikpapan (ANTARA Kaltim) - Organisasi nirlaba Wahana Lingkungan Hidup Indonesia atau Walhi meminta negara hadir untuk menolong rakyat dari praktik-praktik kejahatan modal dan korporasi yang merusak lingkungan.
"Rakyat saat ini menghadapi perampasan lahan, alih fungsi hutan dan lahan gambut, serta eksploitasi atas manusia oleh manusia lain dengan cara-cara yang tidak manusiawi," kata Direktur Eksekutif Walhi Kalimantan Timur Fathur Roziqin Fen di Balikpapan, Rabu.
Dalam banyak kejadian, tambah Roziqin, negara tidak hadir dalam kejadian itu. Bahkan lebih buruk lagi, aparat negara justru menjadi kepanjangan tangan perusahaan, menjadi satpam atau pelindung perusahaan.
Kebijakan negara, dalam hal ini keputusan-keputusan yang dibuat bupati atau wali kota, justru menyengsarakan rakyatnya.
Bersama Roziqin, juga ada Direktur Eksekutif Walhi Kalimantan Selatan Dwitho Frasetiandy, Direktur Eksekutif Walhi Sulawesi Tengah Ahmad Pelor, Ketua Forum Peduli Teluk Balikpapan Husain Suwarno, Kepala Adat Long Bentuk Kecamatan Busang, Kutai Timur, Daud Lewing, dan aktivis Yayasan Pusaka dari Papua Arkilaus Baho, yang hadir dalam sebuah forum tertutup di Balikpapan.
"Kami ingatkan para kepala daerah yang terpilih untuk menyelamatkan rakyat dan lingkungan," tegas Roziqin.
Contoh paling gamblang, seperti dituturkan oleh para direktur Walhi, kepala adat, dan aktivis tersebut, ketiga hal tersebut dilakukan oleh perusahaan perkebunan kelapa sawit Wilmar Internasional, sebuah perusahaan yang memiliki 806 konsesi langsung ataupun pemasok minyak sawit mentah (CPO) di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, dan Papua.
"Yang paling baru itu perampasan lahan melalui pemalsuan dokumen yang dilakukan PT Gemilang Sejahtera Abadi di Long Bentuk, Busang, Kutai Timur," kata Roziqin.
"Dengan cara itu perusahaan membebaskan lahan atas nama orang lain yang bukan pemilik, juga tidak ada ganti rugi atas tanaman yang tumbuh," ungkap Kepala Adat Long Bentuk Kecamatan Busang, Kutai Timur, Daud Lewing.
Menurut Lewing, dengan cara itu perusahaan mengambil lahan milik masyarakat Long Bentuk untuk kemudian ditanami sawit.
Di Kalimantan Selatan, perusahaan perkebunan kelapa sawit menyebabkan 450 petani palawija dan semangka yang berkebun di lahan seluas 1.686 hektare lahan terhenti usahanya. Lahan pertanian mereka dijadikan konsesi perusahaan.
Hal yang lebih kurang sama terjadi di Papua, seperti dituturkan Arkilaus Baho, perkebunan sawit telah menyengsarakan Orang Marind di Merauke, Papua bagian selatan, yakni perkebunan itu telah menggantikan lahan sagu, cempedak, dan matoa milik masyarakat.
"Sudah jelas pemilik modal perkebunan sawit hanya mementingkan pasar global dan tidak memperhatikan kebutuhan kami," kata Baho.
Begitu pula di Sulawesi Tengah, provinsi terluas di Sulawesi.
"Ada sekurangnya 2.000 hektare lahan petani diambil secara paksa oleh Wilmar melalui empat anak perusahaannya, yaitu PT Wira Mas Permain, PT Sawindo Cemerlang, PT Delta Subur Permai, dan PT Karunia Alam Makmur," katanya.
Bahkan, seperti dipaparkan Ketua Forum Peduli Teluk Balikpapan Husain Suwarno, Wilmar pun merusak hutan mangrove di Teluk Balikpapan dalam bisnisnya.
Perusahaan itu membabat 27,1 hektare hutang mangrove di sekitar Sungai Berenga Kanan, bahkan mematikan sungai tersebut dengan menguruknya.
"Akibatnya banyak lagi mangrove yang mati di bagian hulu sungai," kata Suwarno.
Yang lebih mengkhwatirkan adalah hilangnya areal tangkapan ikan bagi nelayan dari 5 desa di Penajam Paser Utara dan habitat bagi bekantan (Nasalis larvatus) sebab rusaknya hutan mangrove tersebut.
General Manager Sustainability Wilmar International Simon Siburat belum menjawab surat elektronik yang dikirim untuk konfirmasi sejumlah tuduhan tersebut.
Namun, dalam laman resmi perusahaan disebutkan sejumlah langkah yang sudah diambil Wilmar untuk keberlanjutan dan kesejahteraan tersebut.
Kebijakan yang dianggap cukup fenomenal adalah kebijakan perusahaan yang diterbitkan pada 5 Desember 2013, di mana Wilmar menegaskan tidak ada lagi deforestasi, konversi lahan gambut, dan eksploitasi atas manusia dalam setiap rangkaian usaha mereka, baik oleh perusahaan yang dimiliki Wilmar secara langsung ataupun dalam kerjasama yang dilakukan Wilmar kepada mitra-mitranya. (*)
Walhi Minta Negara Hadir Menolong Rakyat
Rabu, 9 Desember 2015 21:22 WIB
Rakyat saat ini menghadapi perampasan lahan, alih fungsi hutan dan lahan gambut, serta eksploitasi atas manusia oleh manusia lain dengan cara-cara yang tidak manusiawi,"