Samarinda (ANTARA Kaltim) - Kepala Stasiun RRI Samarinda Suyono Wasis mengungkapkan kendala utama siaran RRI di daerah perbatasan Kaltim dan Kaltara adalah masalah listrik yang tidak beroperasi 24 jam.
"Meskipun stasiun RRI sudah berdiri di beberapa daerah perbatasan, namun masih terkendala pasokan listrik. Contohnya di Kecamatan Long Bagun, listrik menyala dari pukul 18.00 sampai 22.00 Wita," katanya usai acara peresmian Integrated Studio & Meeting Room di Gedung RRI Samarinda, Jumat.
Ia mengatakan meskipun di stasiun RRI disediakan mesin genset, tetapi tidak bisa juga beroperasi maksimal, karena RRI memiliki keterbatasan anggaran. Harga solar di Samarinda paling tinggi Rp10.000 per liter, tetapi di pedalaman seperti di Kabupaten Mahakam Ulu mencapai Rp30.000 per liter.
"Dana untuk operasional itu dari mana? kita terkendala keterbatasan anggaran, walaupun RRI memiliki peralatan dan SDM, jika tidak didukung dana operasional, maka siaran tidak akan maksimal," katanya.
Suyono berharap ada kepedulian dari pemerintah daerah untuk mendukung beroperasinya RRI secara maksimal, karena pemerintah dan masyarakat setempat berkepentingan untuk menyuarakan berbagai macam persoalan pembangunan.
Diakatakannya bahwa saat ini program pembangunan pemerintah difokuskan ke daerah perbatasan. Jadi, cara pandangnya juga sekarang berbeda, karena daerah perbatasan adalah beranda terdepan negara.
Suyono menambahkan RRI Samarinda adalah stasiun tipe B sehingga tidak bisa bekerja sendirian dan harus berkolaborasi serta terkoneksi dengan RRI yang ada di bebrapa daerah, diantaranya di Kota Tarakan, Nunukan, Malinau (Kalimantan Utara), dan Kutai Barat.
Selain itu, RRI juga akan menggandeng PRSSNI atau radio-radio swasta, terutama di bidang pemberitaan, karena radio swasta bukanlah pesaing tetapi mitra RRI.
"Radio swasta akan kita rangkul. Mari kita tumbuhkan rasa nasionalis bangkit bersama-sama, apapun itu radionya," ujar Suyono. (*)