Samarinda (ANTARA) - Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur memberi penekanan kuat tentang pentingnya edukasi dalam konvergensi penanganan stunting, baik edukasi terkait pola konsumsi, pola asuh, pentingnya sanitasi, hingga pemahaman tentang 1.000 hari pertama kehidupan pada anak.
"Dalam konvergensi ini tentu dilakukan intervensi stunting secara terkoordinasi, terintegrasi, dan bersama-sama dengan perencanaan dan target terukur," kata Staf Ahli Gubernur Kaltim Bidang SDA, Perekonomian Daerah, dan Kesejahteraan Rakyat Arief Mardiyatno di Samarinda, Minggu.
Hal ini menjadi penekanan karena saat ini prevalensi stunting di Kaltim masih tergolong tinggi yang tercatat 22,02 persen, sementara target minimal yang ingin dicapai di akhir tahun ini adalah turun menjadi 14 persen.
Stunting terjadi bukan hanya permasalahan gizi, namun banyak faktor lain yang mempengaruhi, seperti masalah air bersih, sanitasi, faktor ekonomi, hingga pola asuh yang kurang tepat, sehingga semua ini diperlukan edukasi terus menerus dan melibatkan banyak sektor.
Terkait gizi misalnya, pola konsumsi masyarakat sudah berubah, dari yang dulunya sering mengonsumsi makanan lokal yang segar seperti jagung, pisang, ubi, sayur, ikan, dan daging, namun kini banyak memilih makanan cepat saji maupun makanan yang mengandung banyak pengawet, sehingga secara gizi sudah berkurang.
Sementara makanan segar seperti telur, daging ayam, daging sapi, buah, sayur segar dan sejenisnya yang memiliki kandungan gizi tinggi, justru banyak yang kurang suka, sehingga hal ini bisa menyebabkan anak kurang gizi maupun stunting.
Kemudian terkait edukasi pentingnya 1.000 hari pertama kehidupan yang dimulai dari anak masih dalam kandungan (9 bulan/ 270 hari) hingga anak lahir sampai berusia dua tahun (730 hari), yakni di masa ini asupan gizi bagi ibu dan anak harus cukup, sehingga mampu menopang pertumbuhan organ hingga perkembangan otak anak.
Penanganan 1.000 hari pertama kehidupan pada anak ini merupakan hal penting, karena di sinilah kuncinya untuk menjadikan anak tumbuh sehat, cerdas, dan tidak stunting, sehingga banyak pihak dilibatkan dalam edukasi ini, mulai organisasi perangkat daerah, organisasi kemasyarakatan, BKKBN, hingga kader posyandu.
"Selain itu, edukasi dan pemberian vitamin A juga dilakukan pada remaja putri dan calon pengantin, karena mereka ke depan akan menjadi ibu bagi anak-anaknya, sehingga mereka harus disiapkan sejak kini tentang pola konsumsi, pola asuh, kesehatan, dan lainnya," kata Arief.