Balikpapan (ANTARA) - Kurang dari 40 hari terakhir, tiga kali kebakaran melanda Balikpapan. Satu anak usia 6 tahun tewas, puluhan kehilangan tempat tinggal dalam kebakaran di Karang Anyar
Bahkan ratusan siswa kehilangan ruang belajar dan segala fasilitasnya setelah tujuh kelas SMKN-5 di Lamaru hangus; dan beberapa rumah turut rusak setelah si jago merah menyala di satu rumah di Gang Tut Wuri di Sepinggan.
"Musibah kebakaran sebenarnya bisa dicegah jika masyarakat lebih disiplin dan berhati-hati dalam aktivitas sehari-hari," kata Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Balikpapan Usman Ali.
Di berbagai kesempatan, ia juga mengimbau warga agar tidak meninggalkan kompor dalam keadaan menyala, rutin memeriksa instalasi listrik, serta menghindari penumpukan barang-barang mudah terbakar di dalam rumah,"
Kebakaran di SMKN-5 dan kebakaran di Gang Tut Wuri jelas disebabkan korsleting listrik. Begitu pula insiden di Karang Jati, Balikpapan Tengah, pada 26 Desember 2024. Api menyebar dari tingkat dua sebuah rumah ke bangunan sekitarnya.
Penyelidikan yang berwenang menemukan tiga hal sekaligus: kebakaran dipicu instalasi listrik yang tidak memenuhi standar keamanan, perangkat elektronik yang dibiarkan menyala terlalu lama, serta penggunaan kabel yang tidak sesuai kapasitas.
Hal tersebut berlaku juga pada sejumlah kejadian kebakaran lainnya.
Ada pula laporan BPBD Maret 2024 menunjukkan bahwa dalam satu bulan saja, yakni di bulan Maret, terjadi 11 kebakaran bangunan, 4 kebakaran lahan, dan 7 kebakaran lainnya, dengan sebagian besar dipicu oleh masalah kelistrikan.
Penelitian oleh Muhammad Kholil, Komeyni Rusba, Muhamad Ramdan, Hardiyono, dan Luqmantoro dari Universitas Balikpapan dan dipublikasikan di Identifikasi, Jurnal Keselamatan, Kesehatan Kerja, dan Perlindungan Lingkungan pada tahun 2024 itu juga menegaskan bahwa
kesalahan instalasi, kabel yang sudah usang, serta minimnya perangkat proteksi kelistrikan seperti RCCB dan RCBO menjadi faktor yang berkontribusi terhadap tingginya angka kebakaran di Balikpapan.
RCBO yang dimaksud para peneliti adalah Residual Current Breaker with Overcurrent adalah perangkat pemutus arus listrik yang menggabungkan fungsi RCCB (Residual Current Circuit Breaker) dan MCB (Miniature Circuit Breaker) dalam satu unit.
RCBO mampu mendeteksi kebocoran arus seperti RCCB untuk mencegah sengatan listrik dan kebakaran akibat kebocoran arus. RCBO juga mampu melindungi dari arus lebih seperti MCB untuk mencegah kerusakan akibat korsleting atau beban berlebih.
Karena menggabungkan fungsi dua alat, RCBO hemat ruang, lebih efisien, dan hanya memutus sirkuit yang bermasalah tanpa mengganggu seluruh sistem listrik.
“Kalau instalasi zaman lama pakainya sekering, instalatir zaman now ya pakainya RCBO ini,” kata Basir, instalatir dan mekanikal di Balikpapan.
Karena itu RCBO sering digunakan di rumah, gedung perkantoran, restoran, juga di area dengan risiko tinggi seperti kamar mandi, dapur, dan kolam renang.
Berdasarkan hasil penelitian tersebut, Kholil dan kawan-kawan merekomendasikan empat langkah utama dalam upaya menekan risiko korsleting listrik dan kebakaran.
“Masyarakat perlu diedukasi hal keselamatan listrik,” kata Kholil. Artinya perlu paham kenapa harus pakai kabel berkualitas, instalasi listrik sesuai standar, serta risiko dari perangkat listrik yang terus-menerus tersambung ke sumber daya tanpa pengamanan.
Kemudian, masyarakat juga perlu dilatih menggunakan alat pemadam kebakaran. Warga harus mendapatkan pemahaman dasar tentang cara menangani api kecil sebelum menyebar, termasuk penggunaan Alat Pemadam Api Ringan (APAR) untuk situasi darurat.
Kemudian penerapan standar instalasi listrik lebih ketat. Setiap hunian dan fasilitas publik harus mulai menggunakan proteksi kelistrikan seperti GPAS (Gawai Proteksi Arus Sisa), RCCB, dan RCBO, sebagaimana telah diatur dalam Persyaratan Umum Instalasi Listrik (PUIL) 2020 dan Peraturan Menteri ESDM 2021.
Itu semua harus didukung oleh instalatir listrik harus kompeten. Instalasi listrik yang aman diinstal atau dipasang oleh instalatir listrik yang kompeten, yang ditandai dengan yang bersangkutan memegang sertifikat keahlian.
Kepala BPBD Balikpapan Usman Ali, menegaskan bahwa edukasi bersama kesiapsiagaan memang jadi satu kunci utama mengurangi bahaya kebakaran.
Dalam aspek edukasi, BPBD bersama para pihak seperti Pertamina rutin mengadakan pelatihan penanganan kebakaran bagi warga, termasuk teknik dasar penggunaan Alat Pemadam Api Ringan (APAR) dan cara memadamkan api kecil sebelum menyebar.
BPBD Balikpapan juga memperluas cakupan edukasi ini dengan menggandeng RT, kelurahan, dan institusi pendidikan, agar masyarakat semakin memahami cara mencegah dan menangani kebakaran.
Pada lingkungan tertentu seperti Kampung Atas Air, dengan dibantu Pertamina, bahkan ada program pelatihan khusus untuk kaum ibu tentang cara-cara menggunakan peralatan pemadam kebakaran seperti pompa, selang, dan hidran.
Pelatihan itu selalu diikuti dengan serius namun juga meriah.
“Kesadaran masyarakat adalah faktor utama dalam pencegahan kebakaran,” kata Usman Ali.
Selain itu, BPBD juga melakukan inspeksi terhadap kondisi APAR dan sistem penyiraman air otomatis (sprinkler) di gedung-gedung tinggi, memastikan bahwa setiap fasilitas memiliki sistem pemadam yang berfungsi dengan baik.
APAR, jelas Usman, harus diperiksa jangan sampai ketika dibutuhkan, malah macet karena zat pemadam api di dalamnya sudah kadaluwarsa.
Dalam urusannya dengan listrik dan instalatir listrik, upaya serupa juga digalang oleh Asosiasi Kontraktor Listrik dan Mekanikal Indonesia (AKLI) dan para pihak yang terkait karena masalah serupa terjadi di seluruh kota di Indonesia.

Ketua AKLI Kaltim, Marwan Hidayat ST, menegaskan bahwa kompetensi tenaga listrik memiliki dampak langsung terhadap keselamatan instalasi. "Instalatur listrik yang terlatih dan bersertifikasi dapat mencegah insiden kelistrikan yang berpotensi memicu kebakaran. Kami terus berupaya meningkatkan kualitas tenaga kerja listrik agar setiap hunian dan fasilitas publik lebih terlindungi," ujarnya.
Karena itu AKLI Kaltim juga mendukung aktif program seperti Gerakan Listrik Aman dari Schneider Electric, yang bertujuan untuk mengedukasi dan membekali instalatir listrik dengan pengetahuan teknis dalam membangun sistem kelistrikan yang lebih aman. Gerakan ini telah memberikan pelatihan kepada 3.000 instalatir listrik dari 10 provinsi, termasuk Kalimantan Timur, melalui pelatihan secara daring maupun luring.
Bahkan pada 23 Mei lampau, Gerakan Listrik Aman masuk Museum Rekor Indonesia (MURI) dengan menggelar Pelatihan Instalatur Listrik Dengan Peserta Terbanyak”. Pelatihan ini diikuti oleh lebih dari 7.800 peserta dari 15 asosiasi dan komunitas instalatir listrik dari Jakarta, Bandung, Semarang, Surabaya, Makassar, Medan, dan Pekanbaru, serta berbagai peserta yang tersebar di seluruh Bali, Yogyakarta, dan Kalimantan Timur.
Selain edukasi bagi instalatir listrik, program ini telah berhasil menjangkau lebih dari 2 juta masyarakat Indonesia melalui kampanye media sosial, acara bincang-bincang di berbagai platform, dan kegiatan edukasi di jaringan distribusi alat-alat kelistrikan.
Dengan peningkatan pelatihan, penerapan standar keselamatan, dan edukasi yang berkelanjutan, baik Usman Ali maupun Marwan Hidayat yakin risiko korsleting listrik dapat ditekan secara signifikan, membantu mencegah insiden kebakaran seperti yang terjadi di SMKN 5 Balikpapan atau di mana pun juga terulang. ***