Balikpapan (ANTARA) - Puluhan dosen dan tenaga pendidik Politeknik Negeri Balikpapan (Poltekba) dan Institut Teknologi Kalimantan (ITK) dengan status Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (P3K) atau pegawai kontrak menuntut status Pegawai Negeri Sipil (PNS).
"Kami bagian dari 2.600 PPPK di 35 PTNB se-Indonesia yang bernasib sama," kata Dosen Teknik Mesin Poltekba Wahyu Anwar, di Balikpapan, Minggu.
Ia menyebutkan di Poltekba, ada 21 dosen dan staf dan di ITK, ada 19 tenaga akademik yang merasakan hal sama, menuntut dijadikan PNS.
"Dari ITK kami turut bersolidaritas karena ada 19 orang mengalami hal yang sama," kata Indra, staf administrasi akademik ITK.
Indra mengungkapkan bahwa mereka merasa beban kerja sama dengan PNS, bahkan kadang lebih, tetapi hak dan karier terbatas.
Dikemukakannya bahwa tuntutan tersebut diajukan kepada para pemegang kebijakan mengenai kepegawaian bagi tenaga kependidikan yaitu Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, para rektor atau direktur perguruan tinggi negeri tempat mereka bekerja.
"Tuntutan juga disampaikan kepada DPR untuk diketahui dan diperjuangkan, dan kepada Presiden Prabowo," katanya.
Koordinator Penjamin Mutu Poltekba, Fitriyani SS MSc dalam kesempatan yang sama menuturkan, sebab presiden memiliki kewenangan diskresi, mengambil keputusan cepat. Apalagi dalam hal ini melibatkan aturan-aturan yang saling bertentangan.
Menurutnya regulasi yang saling bertentangan seperti Undang-Undang Aparatur Sipil Negara (UU ASN) 2023 menyebut PPPK bekerja dengan masa kontrak. Sementara, Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 37 Tahun 2009 tentang Dosen mengatur dosen tetap bekerja penuh waktu.
Sementara Permen PAN-RB Nomor 6 Tahun 2024 juga belum mengakui PPPK sebagai pegawai tetap.
"Kami bukan pegawai kontrak proyek. Pendidikan tinggi butuh tenaga akademik yang stabil," kata Fitriyani.
Lanjutnya, tuntutan untuk menjadi PNS juga dilandasi kepastian kerja dan hak yang lebih jelas seperti kenaikan pangkat dan jabatan fungsional.
Ia menjelaskan, di dalam jabatan fungsional dosen, misalnya, ada jabatan fungsional asisten ahli, lektor, lektor kepala, hingga guru besar. Jabatan akademik ini penting untuk pengakuan profesional dan berhubungan juga dengan jumlah pendapatan yang wajar diterima, sebagai penghargaan atas kualifikasi dan dedikasi.
Begitu pula pengakuan atas hak dan hasil studi lanjut bagi dosen. Bagi yang memiliki kualitas dan kemampuan, diharapkan juga bisa berperan lebih luas dalam pengelolaan kampus dengan menduduki jabatan struktural.
“Kami ingin mengingatkan, mengubah status kami tidak serta merta mengubah anggaran,” ujar Fitriyani.