Sangatta (ANTARA Kaltim) - Pemkab Kutai Timur belum menggunakan Sistem Perizinan Secara Elektronik (SPIPISE) sehingga tidak diketahui data para investor.
Kepala Bidang Pelayanan Perizinan Badan Perizinan dan Penanaman Modal Daerah (BPPMD) Provinsi Kaltim Edi Gunawan, di Sangatta, Rabu, mengatakan, sistem inilah yang sampai sekarang belum digunakan dan diberlakukan pada pengurusan perizinan investasi yang masuk ke Kutai Timur, padahal banyak perusahaan menanamkan modalnya di daerah ini.
Pemilik modal, kata dia, bukan saja pemilik modal nasional tetapi juga pemilik perusahaan asing yang melakukan usaha dan investasinya di Kutai Timur.
Ia mengatakan, cukup tinggi minat para investor yang ingin memenanamkan modalnya di daerah ini, namun jika tidak dibarengi dengan penanganan dan pendataan secara benar maka hal tersebut tidak akan pernah terbaca secara nyata, baik oleh Pemkab Kutim maupun pemerintah provinsi hingga pusat.
Kepala Bidang Pelayanan Perizinan Badan Perizinan dan Penanaman Modal Daerah (BPPMD) Provinsi Kaltim Edi Gunawan menambahkan, meskipun minat investastor tinggi untuk menanamkan uangnya, jika tidak dilakukan pendataan dan penanganan secara benar maka hal itu akan sia-sia.
"Berapapun besarnya uang yang ditanamkan investor tidak akan pernah terbaca dan diketahui secara nyata, jika Pemkab Kutim tidak memberlakukan SPIPISE ini," ujarnya.
SPIPISE ini kata dia harusnya bisa diterbitkan Pemkab Kutai Timur melalui Badan Pelayanan Terpadu Satu Pintu dan Penanaman Modal Daerah (BPTSPPMD) Kabupaten Kutai Timur.
Sebelumnya, Kepala Bidang Pelayanan Perizinan Badan Perizinan dan Penanaman Modal Daerah (BPPMD) Provinsi Kaltim Edi Gunawan ini menjadi pembicara pada pembekalan pengurusan perizinan investasi di Sangatta.
Hal itu tentunya akan memberikan penilaian khusus dan ranking tingkat besaran, baik jumlah investor serta besaran modal yang ditanamkan dibandingkan kepada daerah dan provinsi lainnya di Indonesia.
"Saya melihat kondisi kelengkapan dan tenaga pelaksananya sudah cukup layak," ujarnya.
Selain Sistem Operasional Pelayanan (SOP) baku yang memang harus dilaksanakan, salah satu penyebab nilai investasi tidak dapat terdata adalah karena hak pemberi izin masuknya investor masih ada di kewenangan tangan Bupati.
Padahal kalau mengacu pada aturan sesuai zona Wilayah Birokrasi Bebas Melayani (WBBM) maka Bupati haruslah secara legowo melakukan pelimpahan wewenang kepada Kepala Badan Perizinan setempat untuk mengambil alih kewenangan dalam memberikan izin investasi.
"Jadi bupati harus legowo dalam hal perizinan investasi dan penanaman modal daerah. Terlebih untuk meningkatkan pelayan prima dalam menghadapi masyarakat ekonomi ASEAN 2015," katanya.(*)