Dinas Kesehatan (Dinkes) Kalimantan Timur (Kaltim) memfokuskan implementasi pencegahan dan pengendalian malaria pada pekerja migran, terutama yang bekerja di sektor kehutanan, perkebunan, dan pertambangan.
"Upaya ini sejalan dengan Rencana Pembangunan Daerah (RPD) Provinsi Kaltim 2024-2026 yang menargetkan Angka Indeks Parasit Malaria (API) kurang dari 1 per 1.000 penduduk," sebut Kepala Dinkes Kaltim Jaya Mualimin pada Rapat Koordinasi Pencegahan dan Pengendalian Malaria pada Pekerja Migran di Samarinda, Rabu.
Dia menyatakan bahwa pekerja migran yang keluar masuk hutan memiliki risiko tinggi terjangkit malaria. Mereka adalah para pekerja dari luar Kaltim yang bekerja di hutan, seperti pekerja tambang emas atau perambah hutan dan rentan terpapar malaria.
Untuk itu, Dinkes Kaltim akan mengintensifkan intervensi pada kelompok ini.
"Kita akan lakukan pemeriksaan malaria cepat dan pemberian obat-obatan kemoprofilaksis sebelum dan sesudah mereka masuk hutan," jelas Jaya.
Dinkes Kaltim juga akan berkoordinasi dengan perusahaan yang mempekerjakan para pekerja migran tersebut. Pihaknya meminta perusahaan untuk berkoordinasi dengan puskesmas atau layanan kesehatan terdekat agar pekerja yang sakit atau keluar masuk hutan bisa mendapatkan intervensi.
Jaya menjelaskan bahwa beberapa faktor risiko meningkatkan kasus malaria di Kaltim. Aktivitas di hutan pada malam hari, kegiatan perambahan hutan, reboisasi/rehabilitasi daerah aliran sungai, mencari sinyal di perbukitan pada malam hari, tidak memakai kelambu saat istirahat di malam hari, masuknya pekerja dari daerah endemis malaria ke Kaltim, dan kurangnya kerja sama lintas sektor dalam penanganan malaria merupakan faktor-faktor yang perlu diperhatikan.
Saat ini, dari 10 kabupaten/kota di Kaltim, baru lima yang dinyatakan bebas malaria. Lima kabupaten/kota yang masih endemis malaria adalah Kutai Timur, Berau, Paser, Penajam Paser Utara (PPU), dan Kutai Barat.
Dipaparkan Jaya, PPU menjadi wilayah dengan kasus malaria tertinggi, disusul Kutai Timur, dan Berau.
Berbagai upaya telah dilakukan Dinkes Kaltim untuk mengeliminasi malaria. Pelatihan penyegaran mikroskopis malaria bagi tenaga uji silang, monitoring dan evaluasi kegiatan tatalaksana malaria, workshop penguatan jejaring layanan malaria di rumah sakit, serta finalisasi Task Force IKN Bebas Malaria merupakan beberapa upaya yang telah dan akan terus dilakukan.
Dinkes Kaltim juga menekankan pentingnya peran lintas sektor dalam eliminasi malaria.
"Semua pihak harus berperan aktif melakukan sosialisasi, melaporkan kasus, dan melakukan pencegahan di wilayah yang berpotensi menjadi kantong-kantong malaria," pungkas Jaya.