Samarinda (ANTARA Kaltim) - Gubernur Provinsi Kaltim Awang Faroek Ishak (AFI) meminta kepada penegak hukum untuk memberikan sanksi hukuman berat bagi para pengedar terlebih kepada para bandar Narkoba.
“Saya berharap para pengedar dan bandar Narkoba dihukum seberat-beratnya, namun sudah ada solusi bagi korbannya, seperti pemakai yang masih coba-coba tidak dimasukan ke penjara tetapi dimasukkan ke Balai Rehabilitasi BNN ,†kata Awang usai meresmikan penggunaan gedung Balai Rehabilitasi BNN di Tanah Merah Kecamatan Samarinda Utara, Senin (11/8).
Ia menyatakan bahwa Pemerintah Provinsi Kaltim menargetkan Kaltim zero Narkoba pada tahun 2015, untuk itu perlu kerjasama antara pemerintah daerah, polisi, BNN dan masyarakat. Kaltim termasuk daerah berbatasan dengan negara tetangga Malaysia sehingga rawan menjadi pintu masuk peredaran Narkoba.
Salah satu kerjasama dan dukungan pemerintah provinsi Kaltim kepada BNN adalah membantu infrastruktur pembangunan balai rehabilitasi dengan menyediakan lahan.
“Kita juga mendorong kepada kabupaten lainnya di Kaltim untuk memprogramkan dan membangun balai rehabilitasi untuk korban narkoba, di Kaltim sementara hanya ada dua yakni di Kota Balikpapan dan Kota Samarinda,†katanya.
Awang berharap pemerintah kabupaten bisa menganggarkan untuk pembangunan balai rehabilitasi, sebab biaya pembangunan gedung yang ada ini nenbutuhkan biaya sekitar Rp50 miliar.
Sementara itu Kepala Badan Narkotika Nasional Inspektur Jenderal (Irjen) Anang Iskandar menanggapi adanya kesan bagi pengguna narkoba hukuman diperingan karena tidak dimasukan ke penjara tetapi dimasukan ke balai rehabilitasi.
“Penanganan terhadap para pengguna adalah sangat humanis (kemanusiaan) tetapi kepada para pengedar dan bandar Narkoba hukuman sangat keras,†katanya.
Ditegaskannya hukuman sangat keras, silahkan hakim memberikan hukuman mati, bisa juga harta atau asetnya dirampas dengan UU tindak pidana pencucian uang. Tapi terhadap penyalahguna ditangani humanis, wajib direhabilitasi dan dibiayai negara.
Kedepan penanganan pengguna Narkoba diorenatasi penangananya tidak lagi bermuara di penjara tetapi bermuara ditempat rehabilitasi.
Menurutnya bagi pengguna yang lapor secara sukarela tidak dituntut pidana, itulah cara menangani korban narkoba, ini baru tahun dimulainnya penyelematan. Tapi pada pertengahan Agustus 2015 merupakan pilot projek, salah satu kota yang menjadi pilot projek adalah Kota Samarinda.
Anang Iskandar menambahkan kedepan karena karekteristik pengguna narkoba ada yang merangkap sebagai bandar dan di penjara, maka mulai dari penyidikan, penuntutan dan selama ini tidak ada rehabilitasi, kedepan akan ada fungsi rehabilitasi di dalam penjara.
“Saya berharap diseluruh provinsi, kabupaten dan kota memiliki balai rehabilitasi, saat ini hanya ada beberapa daerah saja yang memiliki balai rehabilitasi,†ujarnya (*)