Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kabupaten Penajam Paser Utara, Provinsi Kalimantan Timur, melakukan upaya mewujudkan pemilihan kepala daerah (pilkada) bersih dari praktik politik uang dengan membentuk desa antipolitik uang.
"Kami berupaya agar pilkada yang akan digelar 27 November 2024, tidak dikotori dengan praktik politik uang," ujar Ketua Bawaslu Kabupaten Penajam Paser Utara Muhammad Khazin di Penajam, Rabu.
Bawaslu komitmen menjunjung semangat demokrasi melalui gerakan anti politik uang di masyarakat, lanjut dia, dan siap kolaborasi dengan pemerintah desa guna meningkatkan kualitas pelaksanaan pilkada di Kabupaten Penajam Paser Utara.
"Kami bentuk satu desa antipolitik uang di setiap kecamatan dengan tim fasilitator sebagai percontohan," tambahnya.
Kemudian diharapkan desa lainnya di daerah yang dikenal dengan julukan Benuo Taka itu, ikut berperan aktif dalam mencegah praktik politik uang dalam pelaksanaan pilkada.
Budaya masyarakat yang bersih dari politik uang harus dibentuk, jelas dia, desa antipolitik uang langkah strategis guna meminimalisir praktek politik uang yang menjadikan sisi buruk dari pelaksanaan pilkada.
Baca juga: Kabupaten Penajam jemput bola rekam data pemilih pemula jelang pilkada
Budaya masyarakat yang bersih dari politik uang harus dibentuk, jelas dia, desa antipolitik uang langkah strategis guna meminimalisir praktek politik uang yang menjadikan sisi buruk dari pelaksanaan pilkada.
Baca juga: Kabupaten Penajam jemput bola rekam data pemilih pemula jelang pilkada
Bawaslu yang bertugas melakukan pencegahan, pengawasan, penanganan pelanggaran, serta penyelesaian sengketa pilkada, ia menimpali lagi, bakal melakukan pendampingan dan penguatan desa antipolitik uang dalam memberantas politik uang.
Pada umumnya masyarakat menganggap bahwa kalau menerima politik uang tidak apa-apa, karena peraturan sebelumnya hanya pemberi yang kena sanksi.
Tetapi undang-undang pilkada sekarang, kata dia, yang memberi dan menerima sama-sama kena sanksi pidana penjara minimal 36 bulan dengan denda Rp200 juta, dan maksimal 72 bulan dengan denda Rp1 miliar.
Pola pikir masyarakat yang masih menganggap menerima uang dari peserta pilkada sebagai sesuatu yang biasa harus diluruskan, dan semua pihak diharapkan berkomitmen memberantas praktik politik uang.
Peran serta masyarakat menjadi penentu utama dalam keberhasilan pelaksanaan hajatan demokrasi yang berkualitas, bermartabat, dan beretika, demikian Muhammad Khazin.
Baca juga: Bawaslu Penajam: Peserta pilkada didiskualifikasi lakukan politik uang
Baca juga: Bawaslu Penajam: Peserta pilkada didiskualifikasi lakukan politik uang