Balikpapan (ANTARA) - Sekretaris Daerah (Sekda) Provinsi Kaltim Sri Wahyuni mengatakan Ekonomi Kreatif (Ekraf) memiliki dampak cukup besar terhadap pertumbuhan ekonomi Kaltim yakni 5,61 persen yang bermuara dari Ekraf.
"Bila dirupiahkan, itu senilai Rp29 triliun. Angka ini tidak kecil, namun cukup besar," kata Sri Wahyuni di Balikpapan, Rabu (11/6).
Menurutnya, ada beberapa sektor Ekraf unggulan yang menyumbang pertumbuhan ekonomi di Kaltim, seperti sektor kuliner, fesyen, dan kriya.
"Bila dilihat lebih jauh, yang paling besar lagi adalah sektor kuliner," ungkapnya.
Dia mengatakan beberapa kuliner di Kaltim sudah memiliki identitas untuk mewakili wilayahnya, seperti salah satunya adalah kue Mantau.
Kue mantau yaitu makanan khas Tionghoa yang telah beradaptasi dan mengalami proses kulturasi sehingga menjadikan makanan satu ini berasal dari Balikpapan.
“Coba bayangkan ada berapa pusat oleh-oleh yang menyediakan mantau di Balikpapan. Sudah banyak, artinya memenuhi demand (permintaan) dari orang yang datang ke sini, untuk dijadikan oleh-oleh,” ungkapnya.
Lanjutnya, kue mantau terkenal dari Kota Balikpapan, makanan tersebut diolah sedemikian rupa sehingga memiliki ciri khas khusus.
Kemudian contoh lain adalah amplang yaitu makanan ringan tradisional dari Samarinda. Meskipun dari Samarinda namun kini Amplang bisa ditemukan di daerah lain.
"Hanya saja untuk di Kaltim kita memiliki ciri khas untuk bahan bakunya yakni mulai dari ikan belida, ikan tenggiri, kepiting dan juga ada varian-variannya,” sebutnya.
Oleh sebab itu, Sri Wahyuni menilai Ekraf untuk sektor kuliner di Kaltim sudah cukup maju. Kendati demikian itu hanya untuk makanan ringan. Tetapi untuk makanan berat masih perlu penguatan baik layanan sajian maupun lainnya,
Dia mencontohkan seperti masyarakat yang berkunjung di Kaltim bisa menikmati kuliner kepiting atau masakan yang sudah tersedia di Samarinda, Balikpapan, dan Kukar.
“Tapi kita ingin setiap daerah itu punya kuliner khas yang disajikan dengan standar yang baik, untuk konsumen menengah maupun ke atas,” ujar Sri Wahyuni.
Dia berharap kuliner yang tersedia memiliki identitas lokal, sehingga setiap daerah di Kaltim memiliki makanan berat dengan ciri khas masing-masing.
Bila melihat kontribusi pertumbuhan ekonomi tersebut, katanya sudah sepatutnya dilakukan pengukuran secara berkala untuk pengembangan lebih lanjut serta untuk pengembangan sektor lainnya.
“Jadi kita harap setiap tahun atau minimal 2 tahun sekali. Jadi dari pengukuran itu, kita bisa melihat sektor mana yang perlu di intervensi lebih lanjut,” ujar Sri Wahyuni.