Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Timur Jaya Mualimin mengatakan jumlah kasus demam berdarah dangue (DBD) di provinsi tersebut sampai dengan 25 Agustus 2023 mencapai 3.152 orang dan 15 orang dinyatakan meninggal dunia.
"Hal tersebut terjadi kenaikan 45 kasus dari bulan sebelumnya. Adapun incident rate (angka kejadian) DBD di Kaltim adalah 83,2 per 100.000 penduduk dan case fatality rate (angka kematian) adalah 0,48 persen," kata Jaya di Samarinda, Senin.
"Hal tersebut terjadi kenaikan 45 kasus dari bulan sebelumnya. Adapun incident rate (angka kejadian) DBD di Kaltim adalah 83,2 per 100.000 penduduk dan case fatality rate (angka kematian) adalah 0,48 persen," kata Jaya di Samarinda, Senin.
Ia menyebutkan, kasus DBD di Kaltim berdasarkan data per kabupaten, antara lain di Kabupaten Berau sebanyak 182 orang, dua orang diantaranya meninggal dunia. Kondisi itu terjadi kenaikan 13 kasus dari bulan sebelumnya.
Kemudian di Kabupaten Kutai Kartanegara terdapat 501 orang, 1 orang meninggal dunia, terjadi kenaikan 17 kasus . Mahakam Ulu sebanyak 116 kasus dan mengalami kenaikan 3 kasus serta dinyatakan dua orang meninggal dunia.
Di Kabupaten Kutai Barat terdapat 155 orang, meninggal satu orang, terjadi kenaikan 10 kasus. Di Kabupaten Paser terdapat 126 orang , 2 orang meninggal, tidak terjadi kenaikan. Di Kabupaten Penajam Paser Utara sebanyak 69 orang, terjadi kenaikan satu kasus.
"Di Kota Balikpapan terdapat 709 orang, meninggal sebanyak tiga orang, tidak ada kenaikan kasus. Samarinda 538 orang, meninggal dua orang, tidak ada kenaikan kasus. Bontang 258 orang meninggal satu orang, tidak ada kenaikan kasus. Kutim 496 orang, tidak ada kenaikan,” sebut Jaya.
Sementara itu, Kepala Bidang Pengendalian Penyakit Dinkes Kaltim Setyo Budi Basuki mengingatkan penyakit DBD tidak bisa dipandang remeh, lantaran jika tidak tertangani dengan baik, akan berakibat hilangnya nyawa penderita, yang disebabkan oleh nyamuk Aedes Aegypti.
“Untuk mengantisipasi hal tersebut, orang tua yang anaknya balita, jika terjadi demam, segera ditangani melalui fasilitas kesehatan terdekat, seperti Puskesmas atau klinik, jangan ditangani sendiri,” imbau Basuki.
Dikemukakannya, penanganan dini tersebut bertujuan untuk memastikan penyakit DBD tidak terlampau parah, dengan penanganan lebih awal. Beberapa kasus anak meninggal dunia karena DBD, lantaran tidak dideteksi lebih awal, sehingga penyakit tersebut terlanjur parah, setelah didiagnosa ternyata sel darah merah yang pecah.
Terkadang katanya, masyarakat hanya menerka dalam mengidentifikasi penyakit dan tidak menyadari, sehingga gejala DBD dianggap hanya flu atau demam biasa.
“Kami mengimbau masyarakat untuk melakukan pencegahan dengan cara menjaga kebersihan lingkungan dan menghindari genangan air yang bisa menjadi tempat berkembang biaknya nyamuk Aedes Aegypti,” ujar Basuki.