Samarinda (ANTARA) - Kebiasaan warga di Jalan Mangkupalas, Kelurahan Mesjid, Samarinda Seberang yang ditekuni bertahun-tahun itu telah menjadi khazanah lokal sekaligus daya tarik wisatawan sejak 2017. Enam tahun berlalu, lokasi itu menjelma salah satu kebanggaan bangsa Indonesia.
Adalah Kampung Ketupat, penamaan bagi kawasan para perajin ketupat di Samarinda yang lantas mendapat perhatian dari Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) dan Komisi X DPR RI pada Juni 2023.
"Kebiasaan unik warga satu kampung membuat ketupat sebagai mata pencaharian," demikian tutur Pemuda Penggerak Pemerhati Wisata Samarinda Seberang Chaidir Tamami, kepada ANTARA di Samarinda, Senin, tentang asal mula nama Kampung Ketupat.
Semula, kampung di tepi Sungai Mahakam itu merupakan kawasan padat penduduk yang kumuh. Sampah di kampung itu juga seringkali dibuang ke sungai tanpa pengelolaan pembuangan yang tepat.
Kampung itu berubah saat Benua Etam dipimpin Gubernur Awang Faroek Ishak. Pada 2017, Kampung Ketupat diubah menjadi kawasan warna-warni dan didirikan Monumen Ketupat.
Sejak saat itu, Kampung Ketupat terus mendapatkan dukungan dari pemerintah daerah, perusahaan swasta, hingga kelompok-kelompok masyarakat dan mahasiswa.
"Itu merupakan langkah awal kebangkitan ekonomi masyarakat melalui sektor pariwisata dan UMKM, yang semula dibentuk warga secara mandiri," kata Chaidir.
Kulit Ketupat dari daun nipah, dapat dijadikan buah tangan khas kampung itu. Pemberdayaan usaha kecil dan menengah akan jadi "buah" ekonomi dari kegiatan turun-temurun warga lokal itu.
Upaya kepedulian pemerintah daerah, baik Pemerintah Kota Samarinda ataupun Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur terhadap Kampung Ketupat, tampak pada warna-warni ornamen yang menghiasi ujung kampung itu.
Beragam dukungan
Kampung wisata ketupat lantas meraih beragam dukungan dari sejumlah pihak, bukan hanya di Kalimantan Timur melainkan juga tingkat nasional.
Dukungan itu salah satunya diwujudkan dalam Forum Penguatan Jejaring Tata Kelola Destinasi Wisata di Kota Samarinda. Forum itu menghadirkan Wakil Ketua Komisi X DPR RI Hetifah Sjaifudian, Direktur Pengembangan Destinasi Regional II Kemenparekraf Harwan Ekon Cahyo, perwakilan Pemerintah Kota Samarinda, perwakilan Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) Samarinda, dan warga setempat.
Kampung Ketupat sebagai kawasan wisata, menurut Hetifah, harus dikembangkan seiring dengan pengembangan wilayah lain di Kota Samarinda.
"Dengan pengembangan pariwisata di kampung ini, penataan wilayah (Samarinda) juga akan lebih bagus. Pembangunan akan lebih merata, kesempatan kerja dan lapangan usaha akan tercipta," kata Hetifah.
Anggota DPR RI asal Kalimantan Timur itu mengatakan Kampung Ketupat punya posisi strategis di tepi Sungai Mahakam.
Dampaknya, lokasi itu menjadi magnet bagi wisatawan lokal ataupun luar daerah, apalagi jika pengembangan infrastruktur, fasilitas dan sarana, berorientasi pada lingkungan sungai.
"Tolong dibantu infrastruktur di sini, untuk memberikan daya tarik lebih. Jangan sampai wisatawan enggan ke sini," kata Hetifah.
Salah satu hal yang diminta Hetifah yaitu aksesibilitas menuju Kampung Ketupat yang mudah, baik melalui jalur susur sungai maupun darat. Selain itu, akses area parkir bagi pengunjung juga perlu diperhatikan.
Hal lain yang menjadi perhatian Hetifah adalah keberadaan toilet umum di Kampung Ketupat agar lebih banyak tersedia. Dia berharap warga kampung dapat terus menjaga kebersihan wilayah mereka.
Sementara, Harwan menilai Kampung Wisata Ketupat tergolong menarik sebagai kampung tematik.
"Saya kira model-model pengembangan yang seperti (kampung) ini yang harus dilakukan, kususnya di Kota Samarinda. Prospek wisatanya sangat bagus," kata Harwan.
Harwan mengungkapkan sejumlah saran untuk pengembangan Kampung Ketupat, seperti peningkatan pelayanan dan promosi melalui sosial media agar wisatawan luar daerah mengetahui Kampung Ketupat Samarinda.
"Harus disiapkan pemasaran digitalnya, pakai influencer, tokoh-tokoh yang terkenal secara nasional. Kita bisa meminta mereka untuk promosikan wisata kita," kata Harwan.
Magnet wisata Samarinda
Berbagai dukungan itu akan menempatkan Kampung Ketupat sebagai salah satu magnet wisata di Kota Samarinda selain Masjid Tua Shirathal Mustaqiem, Kampung Tenunt Sarung, bahkan Desa Dayak Pampang.
Ketupat, sebagai salah satu menu kuliner menjadi sajian khas Kampung Ketupat. Masyarakat tepi Sungai Mahakam yang heterogen memadukan ketupat dengan sajian Soto Banjar dan Coto Makassar.
Pengembangan kawasan wisata yang memadukan teknologi informasi seperti disampaikan Harwan, memantaskan Kampung Ketupat pada era digital, yang sejalan dengan nafas ekonomi kreatif.
Dampaknya bukan hanya pada kesejahteraan masyarakat Kampung Ketupat, tapi juga daerah sekitarnya. Salah satunya Kampung Deret.
Dalam perencanaan pemerintah daerah, Kampung Deret akan bersanding dengan Kampung Ketupat. Kedua kampung itu akan berhias ornamen aneka warna selain lampu-lampu warna-warni menghiasi malam hari.
Di dua kampung wisata itu juga akan berdiri kedai-kedai di pinggiran sungai yang ditata ulang. Kedai-kedai di pinggiran Sungai Mahakam akan menjadi tempat berjualan penjual makanan, pengrajin ketupat, dan penjual oleh-oleh maupun kerajinan khas Kota Tepian dan Kalimantan Timur pada umumnya.
Bahkan, kegiatan lain tidak terkait langsung dengan kuliner atau pariwisata juga dilakukan di kampung yang berdekatan dengan pintu tol Balikpapan-Samarinda itu.
Contohnya, kegiatan Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga Kota Samarinda yang pernah digelar di Kampung Ketupat pada Desember 2021. Lainnya digelar Badan Narkotika Nasional Kota Samarinda pada April 2019 untuk kegiatan edukasi mewujudkan Kampung Bersih Narkoba.
Kampung Ketupat, berkat jabat-erat semua pihak, tidak hanya akan menggeliat jelang hari raya Idul Fitri, tapi juga setiap saat.
Manfaat yang didapat, kehidupan sekira 180 perajin kulit ketupat di 20 rukun tetangga akan meningkat, begitu pula harkat dan martabatnya.