Samarinda (ANTARA Kaltim) - Koordinator Pokja 30 Kaltim, Carolus Tuah menilai masih banyak partai politik (parpol) di provinsi setempat yang sangat tertutup dalam mengelola keuangan sehingga masyarakat tidak mengetahui dari mana aliran dana dan penggunaannya.
"Tertutupnya pengelolaan keuangan itu paling tidak dapat terlihat ketika kami melakukan uji akses informasi kepada sembilan parpol di Provinsi Kaltim pada Agustus 2013, tetapi hingga kini sebagian besar belum memberikan informasi yang diminta," ujar Carolus Tuah di Samarinda, Senin.
Terkait dengan belum adanya informasi laporan keuangan yang diberikan kepada pemohon, lanjut Tuah, sehingga sampai saat ini antara sejumlah parpol dan Pokja 30 masih menghadapi sidang sengketa ajudikasi yang dimediasi oleh Komisi Informasi Publik (KIP) Provinsi Kaltim.
Dia meminta kepada semua partai politik agar transparan dalam pengelolaan keungan baik yang bersumber dari APBN, APBD, maupun pihak ketiga, pasanya dengan transparansi di tingkat partai dapat menjadikan pelajaran untuk tidak berkorupsi ketika menjabat anggota dewan, gubernur, bupati, maupun wali kota.
Dia juga mensinyalir bahwa parpol menjadi lembaga yang paling bertanggungjawab atas maraknya korupsi di Indonesia saat ini, pasalnya mereka yang melakukan korupsi sebagian besar merupakan kader partai.
"Pejabat pemerintah seperti mantan menteri, gubernur, bupati, wali kota maupun anggota DPR dan DPRD baik di pusat maupun daerah yang terjerat korupsi, banyak di antaranya adalah kader sekaligus mesin partai yang agresif dalam mengeruk uang negara," ujarnya.
Untuk itu perlu didorong upaya reformasi partai politik agar tidak menjadi mesin korupsi paling ganas. Sebagai badan publik, partai politik harus mempunyai mekanisme transparansi dan akuntabilitas dalam hal pengelolaan keuangan partai.
Hal ini seperti yang diatur dalam Undang-undang Partai Politik Nomor 2/2008 Junto Nomor 2/2011 pasal 37 yang menyebutkan, pengurus parpol di setiap tingkatan organisasi menyusun laporan pertanggungjawaban penerimaan dan pengeluaran keuangan setelah tahun anggaran berkenaan berakhir.
Masih dalam UU tersebut juga dilanjutkan dalam pasal Pasal 38 yang berbunyi, hasil pemeriksaan laporan pertanggungjawaban penerimaan dan pengeluaran keuangan parpol sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 terbuka untuk diketahui masyarakat.
Berpedoman pada UU tersebut, maka wajib bagi semua parpol di Indonesia untuk menyampaikan atau mengumumkan hasil laporan keuangan tanpa harus diminta, tetapi fakta yang terjadai justru sebaliknya.
"Walaupun sudah diatur jelas dalam UU Partai Politik dan Peraturan Mentri Dalam Negeri nomor 26 tahun 2013, namun dalam tahap implementasi partai politik masih cenderung tertutup dalam hal transparansi dan akuntabilitas keuangannya, jangankan mengumumkan, diminta saja tidak dikasih," ujar Tuah. (*)