Samarinda (ANTARA Kaltim)- Persoalan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kaltim yang belum juga disahkan bukanlah persoalan baru. Pasalnya, hal ini sudah berulang-ulang mengemuka dipulbik sejak beberapa tahun terakhir. Namun, sayangnya sampai akhir periode gubernur lalu belum juga mendapat kejelasan.
Anggota DPRD Kaltim Abdul Djalil Fatah mengatakan masalah RT/RW adalah PR besar yang harus segera diselesaikan pada awal-awal pemerintahan Awang Faroek Ishak – Mukmin Faisyal, sebab sangat berpengaruh besar terhadap pembangunan Kaltim ke depan.
Menurutnya, pentingnya kedudukan dan fungsi RTRW dalam pembangunan daerah seperti yang diamanatkan dalam Undang-Undang (UU) No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang.
Dalam RTRW tertuang Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) yang antara lain mencakup analisis daya dukung dan daya tampung lingkungan. Hal ini penting untuk mewujudkan ruang yang aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan.
“Kepentingan provinsi dan kabupaten/kota dalam pembangunan daerah merupakan payung hukum dalam perencanaan ruang wilayah untuk pembangunan di daerah kabupaten/kota. Yakni mewujudkan tercapainya visi dan misi pembangunan di daerah dalam pemecahaan persoalan pengembangan wilayah, menjadi produk hukum untuk proses serta mengoptimalisasi keterbatasan ketersediaan SDA,†ucap Djalil.
Politisi Golkar itu menjelaskan ada hal yang tidak bisa ditinggal dalam proses perancangan RT/RW, yakni kepentingan masyarakat sebagaimana disebutkan pada Pasal 60 huruf a
penjelasan UU Penataan Ruang 2007.
Di antaranya untuk menyelaraskan perkembangan penduduk dan kebutuhan kelengkapan sarana prasarana pada setiap kabupaten/kota, pengoptimalan keterbatasan ketersediaan sumber daya, pemecahan persoalan pengembangan wilayah dan memberikan akses untuk tindaklanjut aspirasi masyarakat.
Sedangkan akibat ketidakadaan RTRW Kaltim banyak masalah ketimpangan pembangunan muncul hingga ketidakjelasan batas wilayah satu dengan lainnya.
Di antaranya ketidakjelasan batas-batas wilayah di Sekatak dan Sesayap Bulungan.
Demikian halnya dengan daerah Kabupaten Tana Tidung yang mulai berdiri hingga saat ini daerah pemerintahannya berdiri di atas tanah yang masuk dalam hak guna bangunan dari perusahaan.
“Bayangkan seperti di KTT, bagaimana mungkin kantor-kantor pemerintahannya berdiri di atas tanah yang HGB-nya milik perusahaan hingga beberapa tahun kedepan. Ini merupakan hal yang ironis dan harus segera diselesaikan oleh pemerintah melalui RTRW,†kata Djalil.
Persoalan lain akibat belum disahkannya RTRW adalah ketidakjelasan batas wilayah antara Kalimantan Timur dengan Kalimantan Utara, dan Bontang – Sangata serta masih banyak lainnya. Pada akhirnya masyarakatlah paling dirugikan. (Humas DPRD Kaltim/adv/bar/met)