Jakarta (ANTARA) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengagendakan penyerahan aset rampasan negara melalui penetapan status penggunaan (PSP) dan hibah dari kasus korupsi yang menjerat Fuad Amin, Lutfhi Hasan Ishaaq, dan Muhammad Nazaruddin.
Pelaksana Tugas (Plt) Juru Bicara KPK Ali Fikri, dalam keterangannya, di Jakarta, Kamis, menyampaikan aset tersebut akan diberikan kepada Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) dan Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) RI.
"Hari ini, KPK mengagendakan penyerahan penetapan status penggunaan (PSP) dan hibah sejumlah aset barang rampasan KPK kepada Kemenkumham dan Kementerian ATR/BPN RI. Selain itu, aset juga diberikan kepada Pemerintah Kabupaten Bangkalan, Provinsi Jawa Timur, dan Pemerintah Kabupaten Tapanuli Utara, Provinsi Sumatera Utara," kata Ali.
Ali menyampaikan aset yang dimaksud berupa tanah, bangunan, dan beberapa unit kendaraan dalam perkara korupsi terpidana Fuad Amin, Lutfhi Hasan Ishaaq, dan M Nazaruddin.
Untuk menindaklanjuti agenda penyerahan aset tersebut, Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) RI Yasonna Hamonangan Laoly dan Menteri ATR/BPN RI Sofyan Djalil mendatangi Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis.
"Kami diundang oleh Pimpinan KPK untuk menerima aset hasil sitaan dari kasus-kasus korupsi. Ada bangunan, tanah, ruko, dan kendaraan. Itu diserahkan untuk dipakai, salah satunya oleh Kementerian ATR/BPN," kata Sofyan Djalil kepada wartawan.
Fuad Amin merupakan mantan Bupati Bangkalan yang menjadi tersangka dalam pengembangan kasus pemberian dan penerimaan hadiah atau janji terkait dengan fasilitas ataupun izin keluar di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Sukamiskin.
Namun, penyidikan atas kasus itu dihentikan, karena Fuad meninggal dunia saat penyidikan sedang berjalan.
Lalu, Luthfi Hasan Ishaaq merupakan mantan Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang menjadi terpidana dalam kasus suap terkait dengan pengurusan kuota impor sapi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU). Ia sedang menjalani pidana selama 18 tahun sejak tahun 2014.
Kemudian, Muhammad Nazaruddin merupakan mantan Bendahara Umum Partai Demokrat yang menjadi terdakwa dalam kasus korupsi Wisma Atlet pada tahun 2011 serta gratifikasi dan pencucian uang.
Pada 14 Juni 2020, Nazaruddin telah bebas dari Lapas Sukamiskin. Pembebasan itu dilakukan setelah dia ditetapkan sebagai justice collaborator oleh KPK.