Kinabalu (ANTARA Kaltim) - Salah satu sekolah yang menampung khusus anak-anak Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang bekerja di Sabah Malaysia, dikelola oleh warga Malaysia.
"Walaupun saya dikenal sebagai orang Malaysia, tapi saya mengelola sekolah anak-anak pekerja dari Indonesia dengan niat yang baik tanpa mengharapkan imbalan apa-apa," ujar Sahir Alif, warga Sabah yang mengelola "learning center" (LC) Tunas Harapan Kampung Mendugi Papar Sabah, di Kota Kinabalu, Senin.
Dia pertama kali berkecimpung dalam bidang pendidikan khusus untuk menampung anak-anak TKI sejak 2006 di LC Biarin wilayah Keningau Sabah.
Sahir menjelaskan, hingga saat ini jumlah sekolah anak-anak TKI yang dikelolanya empat buah LC, di antaranya tiga LC di wilayah Keningau dan satu LC yaitu Tunas Harapan Kampung Mendugi Papar.
Keinginannya mengelola dan mendirikan sekolah Indonesia bagi anak-anak TKI bukan karena ada niat untuk mendapatkan keuntungan pribadi, tetapi terlebih pada "nawaitu" untuk mencerdaskan anak-anak Indonesia yang saat ini banyak bekerja sebagai peladang kelapa sawit di Malaysia.
Ia mengatakan selama mengelola sekolah Indonesia, dia banyak dicemooh oleh teman-temannya, namun itu tidak pernah menyurutkan niatnya untuk tetap berkecimpung dalam bidang pendidikan khusus menyediakan lembaga pendidikan bagi anak-anak Indonesia.
Menepis cemoohan tersebut, ia berpendapat siapa pun dan dari negara mana pun selama berada di Malaysia berhak mendapatkan pendidikan layaknya anak-anak Malaysia lainnya.
Dia mengaku prihatin atas banyaknya anak TKI yang bekerja di Malaysia yang sudah memasuki usia sekolah, tapi tidak bisa bersekolah.
"Memang banyak yang bertanya sama saya kenapa mau mengelola sekolah anak-anak Indonesia. Tapi saya jawab, kita beda prinsip karena menurut saya siapa pun yang berada di Malaysia berhak mendapatkan pendidikan yang setimpal," kata Sahir.
Selama mengelola sekolah Indonesia, Sahir mengaku didukung sepenuhnya oleh orangtua mereka, sehingga tidak pernah kesulitan untuk mengumpulkan anak-anak TKI tersebut setiap akan mendirikan sekolah dalam bentuk LC.
Setiap akan mendirikan sekolah Indonesia, kata dia, dia selalu berupaya meyakinkan pemerintah setempat, aparat kepolisian Malaysia sebagai pihak keamanan dan semuanya merespons dengan baik seluruh rencananya itu.
Ia juga membeberkan, pandangan sebagian warga Malaysia terhadap para TKI sangat tidak simpati, apalagi memberikan peluang kepada anak-anaknya untuk mengenyam pendidikan.
Ketika LC yang dibinanya di wilayah Keningau dan Papar Kota Kinabalu, dia pernah melakukan studi banding ke Sulawesi Selatan untuk menyaksikan sistem pendidikan yang diterapkan.
Oleh karena itu, meskipun dirinya warga Malaysia tetapi meminta kepada tenaga pengajar seluruh LC binaannya untuk mengajarkan mata pelajaran seperti di Indonesia.
"Sampai sekarang sudah empat LC yang saya bina, tiga setingkat SD dan satu sekolah setingkat SMP," kata Sahir seraya menambahkan, LC yang dibinanya sederajat dengan Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) di Indonesia.
Sampai sekarang jumlah siswa SMP di Keningau berjumlah 118 siswa siswinya, dan setingkat SD mencapai ribuan orang salah satunya di LC Tunas Harapan sebanyak 151 orang. (*)