Balikpapan (ANTARA Kaltim) - Jalan di Kalimantan Timur, kecuali jalan ke bandar udara atau ke pelabuhan, lebih mudah rusak dan memiliki masa pakai pendek karena dirancang hanya untuk beban maksimal muatan sumbu terberat (MST) 8 ton.
"Apabila yang melewati jalan itu lebih berat dari beban yang ditetapkan, maka akan mengurangi umur jalan," jelas Budi Laksono, Kepala Seksi Jembatan dan Bangunan Pelengkap Dinas Pekerjaan Umum Kalimantan Timur, dihubungi dari Balikpapan, Sabtu.
Untuk jalan ke bandara atau pelabuhan umumnya dibangun dengan MST mencapai 10 hingga 12 ton. Beberapa hari sebelumnya Budi mendampingi Hetifah Sjaifudian, anggota Komisi V DPR RI meninjau proyek perbaikan jalan dari Penajam di Penajam Paser Utara hingga Batu Aji di Paser dan perbatasan Kalimantan Timur-Kalimantan Selatan.
Mengapa hanya jalan kelas 8 ton atau kelas IIIB tersebut yang dibangun, persoalannya kembali kepada anggaran. Untuk jalan kelas itu saja, di Kaltim diperlukan dana rata-rata Rp5 miliar per km.
Sebab kelebihan beban tersebut, imbuh Budi, tidak mengherankan bila jalan yang diharapkan masa pakainya bisa berumur 5 tahun sampai perlu perbaikan lagi, tak lama kemudian rusak kembali.
Saat ini, dengan kemajuan ekonomi Kalimantan Timur, biasa dilihat tronton atau trailer yang menghela alat berat hingga puluhan ton mulai dari Balikpapan sampai Sangatta. Ruas Bontang-Sangatta, dan hingga beberapa waktu lalu ruas jalan di perbatasan Kaltim-Kalsel, kerap dijadikan contoh kerusakan jalan karena kelebihan beban tersebut.
Budi mengatakan bahwa sejumlah kerusakan jalan di sepanjang rute Penajam-Kuaro-Batu Aji ke arah perbatasan Kabupaten Tabalong, Kalimantan Selatan sebagian besar sudah selesai diperbaiki.
Begitu pula dengan kerusakan di sepanjang ruas Kuaro-Tanah Grogot-Karang Dayu di batas Kabupaten Kotabaru, Kalimantan Selatan,jelasnya.
Begitu pula dengan jalan yang melewati Kampung Labangka di ruas Penajam-Kuaro.
Menurut Budi di jalan itu kontraktor hanya menunggu pasokan aspal datang untuk segera melakukan pengaspalan jalan. (*)