Nunukan (ANTARA News Kaltim) - Sidang pembacaan tuntutan terhadap mantan Bupati Nunukan Abdul Hafid Achmad dalam kasus korupsi pembebasan lahan seluas 62 hektare akan dilaksanakan pada Senin (30/4) di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Samarinda.
Kepala Kejaksan Negeri Nunukan, Azwar SH di Nunukan, Kalimantan Timur, Sabtu, mengatakan, mantan Bupati Nunukan dua periode, Abdul Hafid Achmad, didakwa terkait kedudukannya selaku ketua panitia yang dianggap lebih mengetahui soal pencairan anggaran pembebasan lahan tersebut.
Menurut Azwar, Abdul Hafid Achmad, yang juga selaku ketua tim pembebasan tanah untuk ruang terbuka hijau di Sei Jepun seluas 62 hektare di Sei Jepun, Kecamatan Nunukan Selatan, pada 2006, didakwa ikut bertanggung jawab atas kasus korupsi yang menimbulkan kerugian keuangan daerah senilai Rp7,1 miliar.
Dikatakannya, lahan yang dibayar tersebut merupakan tanah tak bertuan alias tanah negara, sehingga menyalahi prosedur.
Jaksa Penuntut Umum mendakwa Hafid dengan Psal 2 dan 3 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi dengan ancaman pidana penjara maksimal 20 tahun.
Keterlibatannya, lanjut Azwar, pada proses pencairan anggaran, di mana yang bersangkutan yang menandatanganinya, sehingga dana tersebut dicairkan oleh Bendahara Pemda, Simon Sili.
Simon Sili telah menjalani hukuman bersama dengan Arifuddin (staf Kelurahan Nunukan Selatan) dan Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Nunukan, Djemadil.
Sebenarnya, lanjut Azwar, lahan yang dibayar tersebut statusnya kepemilikannya tidak jelas.Karena lahan yang dibebaskan tidak memiliki dasar sebagai hak milik seseorang.
Semestinya, sebelum dilakukan pembayaran terlebih dahulu dilakukan survei soal status lahan tersebut sehingga yang bersangkutan dinilai tidak menjalankan tugas dan tanggung jawabnya secara benar selaku ketua panitia pengadaan lahan.
"Mantan Bupati Nunukan didakwa telah ikut serta melakukan tindak pidana korupsi dengan mencairkan anggaran pembebasan lahan," katanya.
Menurutnya, lahan yang dibebaskan tersebut tidak bisa diganti rugi dan hanya mungkin diberikan dana santunan sebagai pengganti harga rumah dan tanaman yang ada di atasnya.
Soal masa tuntutan, Azwar belum menjelaskan secara rinci. Alasannya belum ada konfirmasi dari Kejaksaan Agung. Tetapi hal ini dia mengaku telah mengkonsultasikan dengan Kejaksaan Agung di Jakarta.
"Biasanya informasi dari Kejaksaan Agung, akan diterima sebelum persidangan dimulai," katanya. (*)