Samarinda (ANTARA News Kaltim) - Tujuh pensiunan pejabat Kanwil Direktorat Jenderal Perbendaharaan Provinsi Kalimantan Timur keberatan untuk mengosongkan rumah dinas yang mereka tempati dan meminta permohonan peninjauan kembali atas permintaan pengosongan rumah tersebut.
Wakil ketua Komisi I DPRD Kaltim Yefta Berto di Samarinda, Rabu, mengatakan, pihaknya yang menerima laporan tersebut akan melakukan konsultasi ke Ditjen Perbendaharaan Kementerian Keuangan, supaya ada solusi dari kasus yang terjadi.
"Kami ke Ditjen Perbendaharaan dengan maksud agar diberi penjelasan terkait permohonan tujuh pensiunan tersebut, agar sekembalinya kami ke Kaltim, penjelasan dari Ditjen Perbendaharaan ini akan kami sampaikan kepada tujuh pensiunan yang harus segera mengosongkan rumah negara tersebut," ujarnya.
Dari tujuh pensiunan tiga orang yang menempati rumah negara milik Kanwil, dua orang yang menempati rumah negara milik Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN) Balikpapan dan dua orang yang menempati rumah negara milik KPPN Tarakan.
Sebelumnya, Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi Kaltim telah melayangkan surat permintaan pengosongan dan pengembalian tujuh rumah negara yang dikuasai oleh para pensiunan tersebut.
Namun sayangnya, tujuh pensiunan tersebut keberatan melakukan pengosongkan rumah dan menyampaikan permohonan peninjauan kembali pengosongan rumah negara yang mereka tempati.
Menurut Yefta Berto, kedatangan Komisi I ke Ditjen Perbendaharaan Negara tersebut menindaklanjuti diterbitkannya Instruksi Menteri Keuangan Nomor 229/IMK/.09/2010 tentang Penertiban BMN oleh para pensiunan jo Surat Edaran Sekretaris Jenderal Kementerian Keuangan Nomor SE-823/SJ/2010 sebagai pedoman teknisnya.
Dia menambahkan bahwa pada prinsipnya tujuh pensiunan tersebut bersedia mengembalikan rumah yang mereka kuasai, namun mereka meminta diberikan tenggang waktu untuk mencari rumah pengganti.
"Tujuh pensiunan juga memohon agar Ditjen Perbendaraan dapat memahami kesulitan yang mereka alami dan agar bisa lebih adil dalam menyikapi permasalahan ini," kata Yefta.
Menyikapi permasalahan tersebut, Kepala Bagian Umum Sekretariat Ditjen Perbendaharaan, Heru Pudyo Nugroho, menjelaskan bahwa penghunian rumah negara hanya dapat diberikan kepada pejabat atau pegawai negeri dan harus memiliki Surat Izin Penghunian (SIP) yang diberikan oleh pejabat berwenang.
Hak penghunian berlaku sejak tanggal ditetapkannya SIP dan berakhir sejak yang bersangkutan tidak berhak lagi menempati rumah negara, antara lain karena non job, pensiun, diberhentikan dengan hormat atau tidak dengan hormat, meninggal, mutasi ke daerah atau instansi lain, berhenti atas kemauan sendiri dan melanggar larangan penghunian.
"Bisa juga karena SIP-nya dicabut," katanya.
Dia menambahkan, SIP sendiri berlaku selama tiga tahun dan dapat diperpanjang atau dicabut setelah dilakukan evaluasi.
"Jika dalam hal pensiun tidak mengembalikan barang milik negara berupa tanah atau rumah yang dikuasai olehnya kepada Kuasa Pengguna Barang, maka pembayaran uang pensiun dapat dihentikan sesuai ketentuan yang berlaku," ujar Heru. (*)
Tujuh Pensiunan Keberatan Kosongkan Rumah Dinas
Rabu, 18 April 2012 20:12 WIB