Samarinda (ANTARA News Kaltim) - Pengamat hukum dari Universitas Mulawarman Samarinda Kalimantan Timur, La Sina, menilai tuntutan satu tahun penjara terhadap terdakwa pembantaian orangutan Kalimantan (pongo pygmaeus morio) terlalu ringan.
"Saya menilai, tuntutan jaksa yakni penjara selama satu tahun bagi terdakwa terlalu ringan, apalagi periode pembantaian itu berlangsung cukup lama dan hewan yang diburu hingga dibunuh tersebut merupakan satwa langka yang dilindungi," ungkap La Sina, Rabu.
Dekan Fakultas Hukum Universitas Mulawarman Samarinda itu berpendapat, semestinya Jaksa Penuntut Umum (JPU) menerapkan tuntutan maksimal kepada empat terdakwa pembantai orangutan tersebut.
"Jika melihat latar belakang pembantaian orangutan itu, maka saya melihat kasus ini dilakukan secara sistematis dan terstruktural. Sehingga, semestinya jaksa menerapkan tuntutan maksimal sebab jika hanya dituntut satu tahun penjara dikhawatirkan vonisnya hanya sepertiga dari tuntutan itu bahkan bisa langsung bebas," kata La Sina.
Penegakan hukum terkait kasus pembantaian orangutan itu, lanjut dia, diharapkan menjadi `shock terapy` (pembelajaran) bagi perusahaan khususnya perkebunan kelapa sawit.
"Selama ini, banyak terjadi konflik orangutan terjadi dengan pihak perusahaan perkebunan sawit sehingga kasus ini diharapkan menjadi pembelajaran agar pihak perusahaan tidak memperlakukan satwa langka dan dilindungi itu sebagai hama kemudian diburu dan dibantai," ungkap La Sina.
Pada sidang pembacaan tuntutan kasus pembantaian orangutan yang berlangsung di Pengadilan Negeri Tenggarong, Kutai Kartanegara Selasa (11/4), JPU menuntut keempat terdakwa yakni, Imam Muhtarom dan Mujianto serta dari manajemen PT KAM, Puah Chuan yang menjabat sebagai Senior Estate Manager Divisi Tengah dan Widiantoro sebagai Asisten Kepala Divisi Selatan dengan tuntutan satu tahun penjara.
Selain menuntut satu tahun penjara, JPU juga menuntut denda yakni Rp20 juta bagi Imam Muhtarom dan Mujianto dan Rp50 juta bagi terdakwa Puah Chuan dan Widiantoro atau subsider enam bulan penjara.
Kasus pembantaian orangutan di kawasan perusahaan perkebunan sawit PT KAM di Desa Puan Cepak, Kecamatan Muara Kaman, Kabupaten Kutai Kartanegara itu terungkap pada November 2011.
Polisi yang awalnya mengalami kesulitan mengungkap pembantaian orangutan tersebut akibat minimnya bukti akhirnya menetapkan lima tersangka setelah ditemukan foto dan kerangka orangutan yang diduga hasil pembantaian.
Keempat terdakwa dijerat pasal 21 ayat (2) huruf a junto pasal 40 ayat (2) Undang-undang Nomer 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistemnya dengan ancaman hukuman lima tahun penjara dan denda Rp100 juta. (*)
Pengamat: Tuntutan Terhadap Pembantai Orangutan Terlalu Ringan
Rabu, 11 April 2012 20:34 WIB