Balikpapan,(ANTARA News Kaltim) - Pembelian secara paik atau "panic buying" diduga menjadi salah satu penyebab panjangnya antrean pembelian Bahan Bakar Minyak (BBM) di stasiun-stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU).
"Panic buying adalah perilaku pembeli yang tetap membeli BBM walaupun sebenarnya saat itu sedang tidak sangat memerlukan," jelas General Manager Fuel Retail Marketing (GM FRM) Regional Kalimantan Pertamina Unit Pemasaran (UPms) VI, Gigih Wahyu Hari Irianto, di Balikpapan, Jumat.
"Mereka hanya takut kehabisan. Dalam hal ini kehabisan BBM dalam harga sekarang," katanya.
Meski demikian, ketika sampai gilirannya untuk mengisi tangki mobil atau motornya, menurut Gigih, sang panic buyer tidak juga membeli hingga tangki penuh.
Mobil kapasitas tangki 40 liter, tapi ia hanya membeli 15 atau 20 liter atau beli untuk memenuhi tangkinya saja yang sebelumnya masih separo terisi, sisa pembeliannya di hari sebelumnya.
"Sekedar untuk meredakan perasaan cemasnya," katanya.
Orang seperti ini sudah cukup lega melihat jarum penunjuk fuel di kendaraanya selalu menunjuk angka F atau full, penuh.
Tetapi, dekat dengan perilaku panic buying ini adalah para penimbun dan spekulan. Kata Gigih, bila pembeli panic buying hanya membeli untuk dirinya atau keluarganya sendiri, penimbun berniat mengambil keuntungan dari selisih harga.
"Penimbun, pengetap, bisa antre berkali-kali dalam satu waktu tertentu, sementara orang yang mengalami panic buying ya cukup sekali," kata Rudi Bintoro, staf Humas Pertamina UPms VI.
Akibat dari panic buying dan penimbun, pengetap, atau spekulan ini sama. Terjadi antrean panjang di depan SPBU.
Dampak ikutannya, karena antrean panjang truk-truk besar pembeli solar bersubsidi, di Balikpapan yang jalan-jalannya sempit, terjadi kemacetan di sekitar SPBU.
Antrean yang mengular panjang hingga keluar halaman SPBU juga mengganggu usaha warga di sekitar SPBU.
Akhirnya, dalam usahanya agar toko atau warungnya tidak tertutup antrean truk pembeli BBM tersebut, para pemilik usaha memasang barikade di depan jalan.
Ban bekas, bangku panjang, pot bunga, ditaruh di tepi jalan di depan toko agar tidak ditempati para pengantre.
Pemilik travel di Km 4,5 bahkan memarkir mobil-mobil travelnya sedemikian rupa sehingga menghalang jalan.
"Yang begini kan membahayakan para pemakai jalan lain. Ada anak sekolah, ibu-ibu yang ke kantor. Akhirnya kita semua jadi susah, keluh Budi Kertayasa (33), warga Km 5.(*)