Samarinda, (Antaranews Kaltim) - Kota Samarinda merupakan salah satu daerah di Provinsi Kalimantan Timur yang dinilai rawan dalam kasus peredaran Narkoba.
Daerah dengan jumlah penduduk 727.500 jiwa ( data BPS 2010) itu menempati peringkat pertama diantara 10 Kab/ Kota di Provinsi Kalimantan Timur dalam hal penyalahgunaan Narkoba.
Tercatat sepanjang tahun 2018 di Ibukota Provinsi Kaltim itu telah terungkap sebanyak 325 kasus narkoba oleh Polresta Samarinda dengan total tersangka mencapai 424 orang.
Dibandingkan 2017, angka tersebut sebetulnya menurun. Pada periode itu terdapat 376 kasus dan 542 tersangka.
Peredaran Narkoba di Kota Samarinda bukan hanya kasus perorangan semata, namjn disinyalir juga melibatkan sekelompok orang yang berada dalam satu kawasan sehingga ada istilah "kampung Narkoba".
Meski keberadaan Kampung Narkoba di Samarinda belum mengemuka secara Nasional seperti Kampung Narkoba Mentawai Baru di Kotawaringin Timur,Kampung Dalam di Pekanbaru, Kampung Kubur di Medan,Kampung Sapiria di Makassar dan Kampung Mangkubumi di Medan.
Namun daerah berjuluk Kota Tepian tersebut terdapat sejumlah titik rawan yang dianggap sering kali terjadi transaksi dan penyalahgunaan Narkoba.
"Istilah kampung narkoba sebenarnya sering digunakan teman teman media. Mungkin karena seringnya penindakan di daerah tersebut. Sehingga dianggap sebagai sarang narkoba dan familiar disebut kampung narkoba," kata Humas BNN Kota Samarinda, Fadoli.
Berdasarkan pemetaan BNN kota Samarinda, Kampung narkoba disinyalir berada di beberapa titik diantaranya Gang Pulau Indah dan Jalan Lambung Mangkurat di Kelurahan Temindung Permai, Kecamatan Sungai Pinang,
Kawasan Pasar Segiri, Kelurahan Sidodadi, Samarinda Ulu,Gang Tanjung di Kelurahan Sungai Pinang, Samarinda Kota, di kawasan Jalan Pesut dan Tongkol, Kelurahan Sungai Dama, Samarinda ilir, Kawasan Mangkupalas dan Kelurahan Tenun di Samarinda Seberang.
Sejumlah operasi sering dilakukan oleh aparat penegak hukum, baik BNN, aparat kepolisian, bahkan juga dengan pasukan TNI, dengan tujuan untuk memberangus peradaran narkoba di wilayah tersebut.
Sayangnya, puluhan kali operasi yang digelar oleh aparat penegak hukum, belum membuat efek jera bagi para pelakunya.
Bahkan di sejumlah wilayah yang di cap sebagai Kampung Narkoba terdengar masih tetap menjalankan aktivitas bisnis haram, meski sudah puluhan orang telah dijeloskan ke dalam penjara.
Pada awal Januari 2019, BNN Kota Samarinda sudah dua kali mengelar operasi di "Kampung Narkoba" yakni di wilayah mangkuplas dan gang di pulau indah.
"Dalam setiap operasi kami selalu mendapatkan barang bukti namun sayangnya kami sulit menemukan pemilik barang," jelas Fadoli.
Sulitnya mencari pemilik barang haram tersebut ditengarai karena rata-rata pemilik barang tidak pernah berjualan narkoba sendiri.
Para penjual memerankan sejumlah orang sebagai penjaga loket dan kurir dan bahkan di pintu masuk kampung tersebut ada yang menjaga.
"Parahnya anak- anak usia 9 tahunpun ikut dilibatkan sebagai informan ketika petugas akan merazia, kejadian ini kami amati dalam beberapa kali operasi," kata Fadoli.
Dia mengatakan sejumlah anak berusia belasan tahun menginformasikan kepada warga sekitar jika ada aparat yang datang.
"Biasanya anak- anak itu menggunakan kode khusus, makanya operasi yang kami gelar, seperti bocor, padahal ada informan di lokasi," jelasnya.
Fakta dilapangan penggrebekan kampung narkoba ini tidak kemudian menjadi sepi penjualan narkoba dan Justru penjualan semakin menyebar.
"Contoh tahun 2018 lalu, ketika pasar segiri tiap hari di tongkrongi polisi dan BNN justru penjualnya menyebar ke tempat lain dan masih terus berjualan," kata Fadoli.
Kendala memberantas narkoba khususnya di kampung narkoba adalah cara pandang masyarakatnya yang sudah terlanjur salah, dan menganggap bisnis narkoba sebagai mata pencaharian.
"Rata-rata satu kampung mempunyai pemahaman yang sama untuk saling melindungi dan memberika informasi jika ada aparat yang datang," imbuhnya.
Kondisi ini tidak lepas, karna bisnis narkoba secara ekonomi mampu memberikan penghidupan kepada masyarakat yang tinggal di wilayah tersebut. Jadi diberantas setiap hari pun mereka akan terus berjualan.
Kapolresta Samarinda, Kombes Pol Vendra Riviyanto mengatakan kasus narkoba hampir merata di semua wilayah Samarinda. Samarinda Seberang, Samarinda Ilir, Samarinda Utara, dan Samarinda Ulu, merupakan kecamatan dengan kasus terbanyak.
Ia mengatakan berdasar pemetaan pelaku, narkoba sudah hampir melibatkan seluruh golongan masyarakat. Jeratannya bahkan menjangkau oknum aparat penegak hukum.
Tercatat tiga oknum aparat mendapat Pemberhentian Tidak Dengan Hormat (PTDH) karena kasus narkoba.
"Empat orang sudah kami PTDH. Tiga kasus narkoba, satunya lagi pelangaran penyalahgunaan wewenang,” kata Kapolres Samarinda.
Sejumlah masyarakat yang bermukim di kawasan Kampung Narkoba ternyata tidak terlibat dalam transaksi bisnis haram itu.
Sayangnya meski meraka tahu dalam kesehariannya banyak aktivitas tetangga yang menjalankan bisnis haram itu, mereka hanya memilih berdiam diri dan enggan melaporkan transaksi Narkoba di wilayahnya kepada aparat penegak hukum.
"Kalau ada operasi sebenarnya saya senang saja, tapi kami tidak berani untuk melapor," kata Suhairi di Jalan Lambung Mangkurat, RT 30 hingga RT 46, kelurahan Pelita, kecamatan Samarinda Ilir.
Pernyataan Suhairi bukan tanpa alasan. Sudah sejak lama dia tinggal, kampungnya memang dikenal banyak pengguna dan pengedar sabu. Aktivitas itu justru bikin resah warga lainnya, meski warga setempat tidak bisa berbuat banyak.
"Kami bisa apa, memang ada saja dengar kabar tetangga ditangkap gara-gara itu (narkoba). Syukurlah kalau ada yang begini (gerebek narkoba oleh aparat)," katanya.
Narkoba termasuk kategori kejahatan luar biasa atau ekstra ordinary crime dan tidak bisa dipandang sebelah mata.
Provinsi Kaltim boleh turun dari peringkat tiga menjadi lima dalam kasus narkoba terbanyak di Indonesia. Namun, hal itu bukan acuan suatu daerah bersih dari obat-obatan terlarang itu.
Badan Narkotika Nasional Provinsi atau BNNP Kaltim menyorot dua kelompok. Paling mendapat perhatian adalah pekerja kalangan aparatur sipil negara atau ASN dan pelajar.
Dari penanganan peredaran narkoba sepanjang 2018, BNNP Kaltim menjebloskan 128 tersangka dari 86 kasus. Sekitar 290 orang lainnya direhabilitasi. Pecandu dari mahasiswa dan pelajar, juga didapati meningkat dibanding 2017.
"Dari 128 tersangka, 115 laki-laki dan 13 perempuan. Berasal dari sembilan jaringan kabupaten dan kota," sebut Kepala BNNP Kaltim Brigjen Raja Haryono, Senin.
Dia mengatakan, sebagain besar tersangka merupakan pengedar sabu. Di luar itu, BNNP Kaltim mencatat hampir 300 pecandu narkoba menjalani rehabilitasi di Balai Rehabilitasi Narkoba di Tanah Merah di Samarinda, serta Pusat Rehabilitasi di Lido.
Memasuki tahun 2019 ini, BNN menyiapkan pola pencegahan berbeda. Pendekatan dilakukan dengan lebih kekinian. Pola yang lebih bisa diteirma kalangan pelajar dan mahasiswa.
"Misalnya, melalui media sosial, menyesuaikan bahasa gaul, bahasa kekinian, yang mudah dimengerti mereka," ungkap Raja.
BNNP Kaltim juga bakal lebih gencar menyita aset hasil tindak pidana pencucian uang atau TPPU narkotika dari para bandar narkotika di 10 kabupaten/kota Kaltim. Tujuan utamanya adalah efek jera.