Samarinda (ANTARA Kaltim) - Pertumbuhan ekonomi Provinsi Kalimantan Timur, termasuk juga Kalimantan Utara, masih sangat tergantung dengan kondisi perekonomian global karena kedua daerah ini tetap mengandalkan ekspor hasil tambang, kata pejabat Bank Indonesia Perwakilan Kaltim.
"Akibat dari ketergantungan ini, ketika ekonomi dari negara tujuan ekspor mengalami pelemahan, maka akan berdampak pada pengurangan impor sehingga Kaltim dan Kaltara juga terkena imbasnya," ujar Kepala BI Kantor Perwakilan Provinsi Kaltim Muhammad Nur di Samarinda, Kamis.
Menurut ia, ketergantungan ekonomi pada perdagangan luar negeri dengan komoditas utama hasil pertambangan baik migas maupun batu bara, sehingga kondisi riilnya dapat dilihat dalam perkembangan lima tahun terakhir.
Dalam kurun waktu itu, penurunan harga komoditas internasional menyebabkan pangsa sektor pertambangan terus mengalami penurunan, dari 42,7 persen pada triwulan III-2015, menjadi 39,5 persen pada triwulan III-2016.
Struktur ekonomi yang didominasi oleh perdagangan luar negeri dengan komoditas utama hasil pertambangan seperti perekonomian Kaltim dan Kaltara, tambahnya, sangat rentan terhadap kondisi ekonomi global saat ini, terutama kondisi harga komoditas internasional.
Ekonomi Kaltim dan Kaltara pada triwulan III-2016 mulai menunjukkan arah yang membaik.
Pada triwulan ini, ekonomi kedua provinsi itu tumbuh 0,2 persen (yoy), sekaligus tercatat sebagai tingkat pertumbuhan ekonomi yang pertama kali berhasil keluar dari zona kontraksi sejak 2015.
Ia menambahkan perbaikan ekonomi Kaltim dan Kaltara itu didorong meningkatnya harga komoditas internasional mulai pertengahan 2016. Struktur perekonomian yang ditopang faktor harga komoditas internasional sangat rentan terhadap gejolak ekonomi global.
"Mempertimbangkan perkembangan kondisi ekonomi global, kondisi perekonomian nasional, dan pergerakan harga komoditas, kami memperkirakan ekonomi Kaltim dan Kaltara pada 2016 masih terkontraksi, namun tidak sedalam tahun 2015, yaitu berada pada kisaran minus 0,8 hingga minus 0,4 persen (yoy)," ujar M Nur.
Ia melanjutkan, di negara-negara berkembang,seperti Tiongkok yang merupakan salah satu negara tujuan ekspor bagi Indonesia, termasuk pertambangan dari Kaltim, masih melakukan konsolidasi dan menyesuaikan sumber-sumber pertumbuhan ekonominya.
Nur memperkirakan pertumbuhan ekonomi Tiongkok pada 2016 sebesar 6,6 persen, lebih rendah ketimbang perkembangan beberapa tahun sebelumnya, sehingga kondisi ekonomi global yang belum solid tersebut memberi dampak pada rendahnya harga komoditas global.
"Kita menyaksikan harga minyak mentah dunia tumbuh positif, namun masih berada dalam level yang rendah seiring dengan masih tingginya pasokan dari OPEC dan Amerika Serikat. Tentu saja hal ini juga berimbas pada perekonomian kita," tuturnya. (*)
BI: Pertumbuhan Ekonomi Kaltim Tergantung Kondisi Global
Kamis, 15 Desember 2016 22:12 WIB