Salatiga (ANTARA News) - Badan Teknologi Nuklir Nasional (Batan) menilai
Kalimantan Timur dan Kalimantan Barat sangat potensial untuk lokasi
pembangunan pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN).
"Ya, ada beberapa daerah dulu rencananya, seperti di Semenanjung
Muria, Jawa Tengah, kemudian Bangka Belitung juga," kata Kepala Batan
Djarot Sulistio Wisnubroto di Salatiga, Jawa Tengah, Senin.
Hal itu diungkapkannya di sela "International Symposium on The
Application of Nuclear Technology to Support National Sustainable
Development Health, Agriculture, Energy, Industri, and Environment".
Simposium internasional yang berlangsung mulai 26-28 Oktober 2015
di Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW) Salatiga itu diprakarsai
Batan, Kementerian Perindustrian, Kementerian Ristek Dikti, dan UKSW.
Setidaknya ada puluhan pakar yang dihadirkan sebagai pembicara pada
simposium internasional itu, baik yang berasal dari Indonesia maupun
berbagai negara, seperti Jepang, Rusia, Korea, dan Tiongkok.
Djarot mengatakan fokus perencanaan pembangunan PLTN memang di Semenanjung Muria karena Pulau Jawa paling membutuhkan, namun
harus dipilih kawasan yang memiliki potensi gempa bumi paling kecil.
"Dari perhitungan dan penelitian kami, wilayah di Pulau Jawa dengan
potensi gempa paling kecil ada di pesisir Utara Jawa meski potensi
gempa tidak mungkin nol. Pasti tetap ada potensi gempa," katanya.
Ia mencontohkan negara Jepang yang sangat berpotensi mengalami
gempa bumi, termasuk di Amerika Serikat, namun tetap saja bisa membangun
PLTN karena sudah dilakukan berbagai modifikasi teknologi.
Selain di Semenanjung Muria dan Bangka Belitung, kata dia,
pemerintah daerah di Kaltim dan Kalbar sudah intens berkomunikasi dengan
Batan untuk pembangunan PLTN di dua wilayah tersebut.
"Kedua wilayah itu juga memiliki potensi gempa rendah. Ya, kami
sekarang ini terus menyosialisasikan kepada masyarakat untuk memberikan
pemahaman mengenai pemanfaatan nuklir secara aman," katanya.
Sebab, kata dia, pembangunan PLTN membutuhkan izin analisis
mengenai dampak lingkungan (Amdal) yang salah satunya membutuhkan
persetujuan masyarakat mengenai keberadaan PLTN di wilayahnya.
Untuk rencana pembangunan PLTN, ia mengatakan bergantung juga atas
persetujuan Presiden karena harus mendapatkan persetujuan dari
internasional untuk kepastian jaminan keamanan pengelolaan PLTN.
Sementara itu, anggota Dewan Pertimbangan Presiden Sidarto
Danusubroto mengatakan keputusan Presiden salah satunya bergantung pada
opini publik, termasuk mengenai pembangunan PLTN.
"Makanya, media, akademisi, dan sebagainya turut berperan
menyatukan opini publik bahwa PLTN aman. Kalau media menakut-nakuti
mengenai PLTN, dan sebagainya, ya, memengaruhi opini publik,"
pungkasnya. (*)
Batan: Kaltim dan Kalbar Potensial Dibangun PLTN
Selasa, 27 Oktober 2015 9:44 WIB