Samarinda (ANTARA) - Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) memperkuat kolaborasi lintas sektor, baik pemerintah, swasta dan masyarakat dalam upaya
mempercepat eliminasi penyakit tuberkulosis (TBC) pada tahun 2030.
"Penyakit TBC harus bisa kita tuntaskan secara bersama-sama," kata Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Timur Jaya Mualimin, pada Rapat Koordinasi Tim Percepatan Penanggulangan Tuberkulosis di Samarinda, Selasa.
Ia menjelaskan rapat tersebut bertujuan menyelaraskan gerak seluruh pemangku kepentingan untuk mencapai target eliminasi TBC pada 2030.
"Penguatan tim percepatan ini selaras dengan peta jalan (roadmap) eliminasi TBC 2030 yang ditetapkan pemerintah. Targetnya adalah menurunkan angka kasus hingga 50 persen serta mengurangi angka kematian secara signifikan," tambah Jaya.
Berdasarkan data Global TB Report 2023, Jaya mengungkapkan estimasi kasus TBC di Indonesia mencapai 1.060.000 kasus baru per tahun, dengan 134 ribu kematian. Data ini menempatkan Indonesia di peringkat kedua dunia.
Dengan sisa waktu sekitar lima tahun, Jaya mengingatkan bahwa langkah cepat dan terukur dari semua sektor sangat krusial untuk mencapai target tersebut.
"Kita ingin menguatkan kembali keberadaan tim ini agar sesuai dengan peta jalan 2030," imbuhnya.
Jaya menegaskan bahwa TBC tidak bisa dilakukan sendiri. Kolaborasi lintas instansi, fasilitas kesehatan (Faskes), dan partisipasi aktif masyarakat diharapkan menjadi kunci percepatan penanganan TBC.
Beberapa bentuk kolaborasi nyata yang telah dilakukan, antara lain, menjalin kemitraan dengan organisasi nirlaba, diwujudkan Dinas Kesehatan Kaltim telah bekerja sama dengan Baznas dan Perkumpulan Pemberantasan Tuberkulosis Indonesia (PPTI) untuk menyalurkan bantuan kepada pasien TBC resisten obat (TB RO).
Kemudian, lanjut Jaya, menjalin kerja sama
dengan sektor swasta seperti PT Bayan Resources dan lembaga doctorSHARE telah memberikan dukungan nutrisi bagi pasien TBC sensitif obat.
"Kami juga melakukan edukasi berbasis komunitas dengan melibatkan tokoh masyarakat dan kader kesehatan menjadi bagian penting dalam pendekatan holistik penanganan TBC," imbuh Jaya.
Meskipun upaya kolaboratif telah berjalan, kata Jaya, penanganan TBC di Kaltim masih menghadapi beberapa tantangan, seperti, sistem pelaporan yang belum terintegrasi, hal ini disebabkan kurangnya laporan kasus dari Faskes pemerintah dan swasta menjadi kendala dalam pendataan yang akurat.
Tantangan kedua, lemahnya sistem pendampingan, karena beberapa laporan menunjukkan masih lemahnya sistem pendampingan dan dukungan berkelanjutan bagi pasien.
Ketiga, terkait stigma masyarakat, namun demikian Dinkes terus melakukan edukasi digencarkan untuk menghilangkan stigma negatif terhadap penderita TBC.
Keempat, dengan kondisi anggaran terbatas, seperti
yang disoroti oleh DPRD Samarinda, anggaran yang terbatas menjadi kekhawatiran dalam keberlanjutan program.
Ia berharap melalui rakor ini,seluruh perangkat yang terlibat dapat lebih fokus, terarah, dan konsisten dalam menjalankan strategi eliminasi TBC.
Dengan sinergi yang lebih kuat, target 2030 dapat dicapai demi mewujudkan masyarakat Kaltim yang lebih sehat dan bebas tuberkulosis.
