Samarinda (ANTARA) - Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA) Provinsi Kalimantan Timur telah memperkuat layanan terhadap para korban kekerasan seksual dengan memberikan layanan psikososial, pemulihan trauma, dan edukasi publik.
"Peran kami dalam setiap kejadian awalnya hanya pelaporan dan pendampingan hukum kepada korban, namun kini kita perkuat dengan program lainnya," kata Kepala UPTD PPA Kaltim, Kholid Budhaeri di Samarinda, Senin.
Menurut Kholid penguatan layanan ini sejalan dengan meningkatnya kesadaran masyarakat untuk melapor sejak berlakunya Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS).
Ia mengatakan berlakunya UU TPKS telah mendorong peningkatan jumlah laporan yang masuk.
"UU ini membawa angin segar, karena untuk pertama kalinya negara secara eksplisit mengakui dan menjamin hak-hak korban kekerasan seksual. UPTD PPA menjadi salah satu perangkat yang harus sigap memberi respons cepat dan terpadu," ujar Kholid saat menjadi pembicara terkait implementasi Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual., di Samarinda.
Meski demikian, Kholid mengakui bahwa tantangan di lapangan masih besar, terutama dalam menjangkau korban di wilayah pedalaman dan masyarakat adat yang belum terbiasa dengan sistem hukum formal. Untuk mengatasi hal ini, UPTD PPA gencar melakukan sinergi lintas sektor.
"Kami bekerja sama dengan kepolisian, kejaksaan, psikolog, hingga tokoh adat untuk memastikan proses penanganan berjalan cepat, adil, dan berpihak pada korban," jelasnya.
UPTD PPA Provinsi Kaltim juga telah menyediakan berbagai fasilitas pendukung, seperti rumah aman (shelter), hotline aduan, serta layanan pendampingan hukum gratis. Selain itu, sumber daya manusia (SDM) di UPTD PPA dibekali pelatihan berkala untuk memahami dinamika psikologis korban dan memperlakukan mereka secara empatik tanpa menghakimi.
Salah satu kendala utama yang masih dihadapi adalah stigma sosial dan ketakutan korban untuk melapor. Kholid menekankan pentingnya edukasi berkelanjutan agar masyarakat memahami bahwa melapor adalah langkah keberanian, bukan aib.
"Korban sering kali merasa malu atau takut terhadap reaksi lingkungan. Di sinilah peran keluarga dan masyarakat sangat penting untuk menjadi support system," tuturnya.
Kholid berharap masyarakat tidak hanya menjadi penonton, tetapi juga pelindung di lingkungannya masing-masing. Ia mengajak generasi muda untuk menjadi agen perubahan, berani melawan kekerasan, dan menyuarakan pentingnya keadilan gender.
"Perlindungan terhadap perempuan dan anak adalah tanggung jawab bersama. Negara sudah hadir lewat UU TPKS, kini giliran kita bergerak bersama," tutupnya.