Ketua Komisi III DPRD Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) Veridiana Huraq Wang menekankan pentingnya menyelaraskan perihal hak masyarakat adat yang seirama dengan gencarnya pembangunan kawasan Ibu Kota Nusantara (IKN).
"Memang mesti ada keselarasan antara pembangunan IKN dengan perlindungan hak masyarakat adat, jangan sampai ada pihak yang dikorbankan," kata Veridiana saat ditemui usai Seminar Nasional dengan tema "Meneropong Hak Masyarakat Adat di Tengah Geliat Pembangunan IKN," di Fakultas Hukum Universitas Mulawarman Samarinda, Kamis.
Dia menyebutkan pentingnya payung hukum yang berpihak ke masyarakat adat sudah semestinya ada. Jika regulasi tersebut rampung, maka akan berlaku untuk seluruh masyarakat adat se-Indonesia, termasuk di IKN.
"Sekarang jika dilihat perkembangannya masalah pembahasan rancangan undang-undang masyarakat adat itu sudah digarap DPR, jadi di DPR RI itu yang belum setuju masih 54 persen. Oleh karena itu, perlu orang-orang yang kuat di sana berteriak tentang itu," tutur Veridiana.
Rancangan Undang-Undang (RUU) tersebut katanya tak sempat disahkan di sisa periode pemerintahan saat ini, dan kemungkinan bisa dilanjutkan di periode berikutnya. Terkait hak masyarakat adat di sekitar Kecamatan Sepaku lokasi IKN perlu ada hubungan saling menguntungkan di antara kedua belah pihak.
"Semestinya ada solusi, tidak mungkin akan berseteru begitu terus-menerus, karena pertama juga akan terjadi kekacauan di sana, suasana tidak kondusif misalnya, jadi mesti ada win-win solution," harapnya.
Sementara itu, akademisi dari Fakultas Hukum nmul, Rahmawati Al Hidayah mengungkapkan Fakultas Hukum Unmul telah melakukan kajian terkait problematika tanah di IKN dan grand design pembangunan IKN.
"Dari dua hasil riset itu, kami melihat hak-hak masyarakat adat dalam pembangunan IKN itu masih belum dilindungi dan masih banyak problematika yang harus diselesaikan," kata Rahmawati.
Rahmawati menilai perlu adanya perubahan kebijakan dan merevisi UU IKN. Revisi UU IKN akan menjadi hal krusial karena banyak sekali hal-hal masyarakat adat yang tak diakui secara utuh dan detail.
"Harus ada polarisasi untuk menyelesaikan konflik tanah karena permasalahannya itu akan diselesaikan dengan cara berbeda-beda. Tergantung masyarakat adat itu. Jadi tidak boleh disamaratakan, serta harus ada upaya inventarisasi dan kajian jadi bisa dituntaskan," pungkasnya.