Paser (ANTARA) - Kepala Dinas Pengendalian Penduduk Keluarga Berencana Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP2KBP3A) Kabupaten Paser Amir Faisol mengatakan kekerasan yang terjadi pada anak bisa dicegah dengan peran serta sekolah melalui program Sekolah Ramah Anak (SRA).
“Latar belakang pemerintah canangkan program SRA, karena selama ini masih ada kegiatan pendisiplinan berbau kekerasan, seperti yang terjadi di daerah lain,” kata Amir Faisol saat menjadi pembina upacara di Madrasah Aliyah Negeri (MAN) 1 Paser, Senin.
Menurut dia, sepertiga waktu anak banyak dihabiskan di sekolah. Oleh karena itu, peran sekolah dalam memberikan perhatian kepada anak sangat penting.
Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Anak, tambah Amir, banyak menerima keluhan dari para orangtua tentang keprihatinan kondisi anak di sekolah yang rentan mendapat kekerasan baik fisik maupun psikis, hingga rentan terhadap penyalahgunaan narkoba. Belum lagi soal kondisi bangunan sekolah yang rentan membahayakan seperti yang terjadi di beberapa daerah.
“Maka dari itu, peran sekolah formil dan non formil, diharap bisa memberikan pemenuhan hak dan perlindungan khusus bagi anak. Termasuk bagaimana mekanisme pengaduan kekerasan di sekolah,” terang Amir.
DP2KBP3A Paser, lanjut dia, akan aktif melakukan sosialisasi program SRA ke sekolah-sekolah.
Saat ini di Paser, di tingkat SD baru 15 persen sekolah yang ramah anak, di tingkat SMP baru 10 persen sekolah dari jumlah sekolah yang ada. Sementara di tingkat SMA, baru SMK 1 Tanah Grogot yang sudah ditetapkan sebagai sekolah ramah anak.
Amir menambahkan, ada beberapa prinsip yang harus diperhatikan dalam program sekolah ramah anak. Antara lain tidak adanya diskriminasi terhadap salah satu siswa, pemenuhan pendidikan yang terbaik, diperhatikannya partisipasi anak, dan pengelolaan sekolah yang baik.
Sekolah ramah anak, katanya, adalah sekolah yang mengedepankan keamanan, kenyamanan, kebersihan, indah dan asri, serta sehat. Sekolah juga harus bersifat inklusif, tidak eksklusif.
Lanjut dia, semuanya itu bisa terealisasi dari terpenuhinya tiga pilar sekolah ramah anak, yaitu sekolah itu sendiri, orang tua, dan siswa.
“Di kami sendiri ada UPTD yang menerima laporan tentang kekerasan anak dan kami lakukan pembinaan untuk memastikan hak-hak anak tetap terpenuhi,” kata Amir.
Lebih lanjut Amir mengatakan, sekolah ramah anak tercermin dari kepedulian sekolah terhadap siswa yang mengalami masalah, meski itu terjadi di luar sekolah.
“Yang pasti, kita jauhkan pemikiran bahwa kekerasan itu hal yang lumrah atau biasa. Jangan sampai pemikiran itu terjadi di sekolah. Kita terus mensosialisasikan program ramah anak ini ke sekolah-sekolah,” tutup Amir.