Samarinda (ANTARA) - Kejaksaan Tinggi (Kejati) Kalimantan Timur (Kaltim) secara resmi mengumumkan dua mantan direktur Perusahaan Daerah (Perusda) provinsi PT Migas Mandiri Pratama Kaltim (MMPKT) dan dan anak perusahaannya PT Migas Mandiri Pratama Hilir (MMPH) sebagai tersangka karena diduga melakukan tindak pidana korupsi.
Kepala Kejati Kaltim melalui Kepala Seksi Penyidikan Bidang Tindak Pidana Khusus Kejati Kaltim Indra Timothy di Samarinda, Kamis, menyampaikan bahwa pihaknya telah melakukan tindakan penahanan kepada dua orang tersangka, yakni HA selaku Direktur Utama PT MMPKT periode Tahun 2013-2017 dan LA selaku Direktur PT MMPH periode Tahun 2013-2017.
“Dua orang tersebut kami lakukan penahanan selama 20 hari ke depan sejak ditetapkan menjadi tersangka, Rabu (7/2), di Rutan Kelas II A Sempaja Samarinda, terkait dengan kasus tindak pidana korupsi keuangan pada PT MMPH yang merupakan anak perusahaan dari PT MMPKT,” ungkap Kasi Pidsus.
Adapun alasan penahanan yakni diduga tersangka akan melarikan diri, merusak dan menghilangkan barang bukti.
Dikemukakannya, penyelidikan tersebut dimulai sejak Oktober 2021, artinya proses pengungkapan kasus korupsi sampai ditetapkannya menjadi tersangka kurang lebih memakan waktu selama 16 bulan sampai pada 7 Februari 2023.
Lanjutnya, saat masa tahanan Kejati selama 20 hari, tim melakukan penyelidikan lebih lanjut dalam menghimpun secara lengkap berkas perkara sampai disetujui oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU), sebelum nantinya masuk pada masa persidangan.
“Bahwa penahanan ini terkait dengan penanganan perkara dugaan Tindak Pidana Korupsi pengelolaan keuangan pada PT. Migas Mandiri Pratama Hilir Kaltim (PT MMPH) yang merupakan anak perusahaan BUMD PT. Migas Mandiri Pratama Kaltim (PT MMPKT),” beber Timothy.
Ia menguraikan Bahwa PT. MMPH merupakan anak perusahaan dari BUMD PT MMPKT, pada kurun waktu Tahun 2014-2015, PT MMPKT meminjamkan sejumlah uang kepada PT MMPH dengan alasan kerjasama investasi tanpa melalui kajian, studi kelayakan bisnis dan rencana dalam rencana kerja dan anggaran pendapatan (RKAP).
Tambahnya, bahwa uang yang diserahkan dari PT MMPKT kepada PT MMPH adalah berasal dari penyertaan modal Pemprov Kaltim kepada PT MMPKT.
“Penyertaan tersebut rencananya oleh PT. MMPH akan dipergunakan untuk kegiatan penyertaan modal di bidang man power supply, kemudian untuk pembiayaan proyek kawasan bussiness park dan pembangunan workshop dan SPBU di kilometer 4 Loa Janan,” papar Timothy.
Ia menjelaskan, Bahwa dikarenakan sejak awal sudah adanya permufakatan jahat dari dari para tersangka dalam pengelolaan keuangan yang memberikan pinjaman tanpa melalui suatu kajian, feasibility study, rencana dalam RKAP dan persyaratan lain yang diatur dalam aturan perundang-undangan, sehingga mengakibatkan terjadi kerugian keuangan negara sebesar Rp25.209.090.090.
“Memang ini terlepas dari kontrol Pemprov sebagai pemilik saham, karena selama ini BUMD itu hanya menyampaikan laporan keuangan saja ke pemprov, namun kami menyelidiki penyaluran uang seakan-akan dibuat bisnis resmi, tapi mereka nekat melakukan investasi tanpa prosedur,” imbuh Timothy.
Ia menerangkan, kegiatan investasi yang mereka lakukan dari induk ke anak perusahaan itu tidak sesuai dengan aturan, parahnya lagi dana sudah disalurkan tapi proyek bisnisnya tidak berwujud, bahkan tak ada satu pun yang eksis saat ini.
Nasib aset investasi Rp25 miliar sekarang
Direktur Utama Perusahaan Daerah (Perusda) PT Migas Mandiri Pratama Kalimantan Timur (MMPKT) Edy Kurniawan menanggapi kasus korupsi menyeret dua mantan direktur pada Perusda yang dipimpinnya, saat ini ditetapkan menjadi tersangka oleh Kejaksaan Tinggi (Kejati) Kaltim.
"Saya prihatin dengan adanya penahanan terhadap pimpinan terdahulu dengan periode kepemimpinan 2013-2017, bahkan awalnya banyak orang yang mengira yang ditahan itu adalah direktur yang aktif saat ini," ujar Edy Kurniawan di Samarinda, Rabu.
Dia mengungkapkan, bahwa dirinya dan seluruh manajemen Perusda yang saat ini aktif, tidak terlibat sama sekali atas kasus korupsi yang merugikan negara sebanyak Rp25 miliar tersebut, sehingga ini untuk memperjelas berita yang selama ini beredar.
Lanjutnya, ada pun kegiatan bisnis yang dilakukan pemeriksaan dan fokus penyelidikan pada Kejati Kaltim tersebut bukan kegiatan bisnis yang berjalan saat ini, melainkan bisnis yang dilakukan pada masa periode direksi sebelumnya.
Dia menjelaskan, proyek pembangunan ruko kantor (rukan) The Concept Business Park oleh PT Multi Jaya Concept di atas lahan seluas sekitar 16.600 meter persegi, berdasarkan perjanjian menelan biaya Rp12 miliar, dengan perjanjian yang ditandatangani sejak 19 September 2014 dan berakhir pada 1 April 2016.
"Sampai saat ini tidak terdapat bangunan sesuai dengan perjanjian yang ditandatangani oleh Direktur PT Migas Mandiri Pratama Hilir (MMPH) oleh LA dan Direktur PT Multi Jaya Concept oleh WT", katanya.
Kemudian terkait proyek Man Power Supply for Admin Suport dan Man Power for Production, berdasarkan perjanjian dengan PT Royal Bersaudara dengan nilai Rp25 miliar, dari perjanjian pada 4 Juni 2014, keseluruhan modal kerja dibayarkan PT MMPH paling lambat Juni 2017.
"Namun sampai saat ini PT Royal Bersaudara tidak membayarkan modal kerja senilai Rp5.435.972.000 dan bagi hasil yang belum dibayarkan sebesar Rp7.483.281.100," terang Edy.
Dia juga memaparkan proyek Loa Janan pada 2014 pada lahan milik Pemprov Kaltim, merupakan proyek rencana untuk membangun warehouse dengan nilai Rp3.828.865.000 sampai saat ini belum nampak fisik bangunannya.
Adapun terhadap kerugian negara tentu keseluruhan modal berasal dari dana penyertaan modal sesuai Peraturan Daerah (Perda) nomor 11 tahun 2009 tentang PT MMPKT.
"Dari kasus yang terjadi, semoga dapat menegaskan seluruh piutang PT MMPKT segera melakukan pelunasan hutang, karena kerugian BUMD merupakan kerugian daerah," harapnya.
Edy menambahkan, terkait penyelidikan pada dua tahanan Kejati mantan Pimpinan PT MMPKT dan MMPH , diserahkan sepenuhnya kepada penegak hukum sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku