Samarinda (ANTARA) - Kejaksaan Tinggi Kalimantan Timur kembali menahan satu orang tersangka baru kasus dugaan korupsi pengelolaan keuangan pada Perusahaan Daerah Pertambangan Bara Kaltim Sejahtera (BKS) tahun 2017–2020.
"Tersangka berinisial MNH yang merupakan Direktur Utama PT GBU, ditahan setelah tim penyidik menemukan bukti keterlibatannya dalam kasus tersebut. Penetapan tersangka MNH ini merupakan penetapan tersangka keempat," kata Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejati Kaltim Toni Yuswanto di Samarinda, Rabu.
Sebelumnya, penyidik telah menetapkan tiga orang tersangka dalam kasus ini, yaitu IGS selaku Direktur Utama Perusda Pertambangan BKS, NJ selaku Kuasa Direktur dari CV ALG, dan SR selaku Direktur Utama PT RPB.
Kasus dugaan korupsi ini bermula ketika Perusda Pertambangan BKS melakukan kerja sama jual beli batu bara dengan lima perusahaan swasta pada 2017–2019 dengan total dana sebesar Rp25,8 miliar.
Kerja sama tersebut dilakukan tanpa melalui mekanisme yang sesuai aturan perundang-undangan, seperti persetujuan badan pengawas dan gubernur selaku KPM, proposal, studi kelayakan, rencana bisnis pihak ketiga, dan manajemen risiko pihak ketiga.
"Akibatnya, kerja sama tersebut gagal dan mengakibatkan kerugian keuangan negara sebesar Rp21,2 miliar," jelas Toni.
Kerugian negara sebesar Rp21,2 miliar tersebut berdasarkan laporan hasil perhitungan kerugian keuangan negara dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan Provinsi Kalimantan Timur.
Para tersangka disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1), Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Toni menambahkan penahanan tersangka MNH dilakukan selama 20 hari ke depan di Rutan Samarinda. Penahanan dilakukan dengan pertimbangan pasal yang disangkakan diancam pidana lima tahun atau lebih.
"Penahanan ini dilakukan untuk mengantisipasi kekhawatiran tersangka akan melarikan diri, menghilangkan barang bukti, dan mengulangi tindak pidana," ujar Toni.