Balikpapan (ANTARA) - Warga RT 30 Kampung Atas Air Kelurahan Margasari, Balikpapan Barat, sukses mengembangkan budidaya sayuran sawi dan selada secara hidroponik di lahan terbatas.
“Bukan rahasia, hanya urban farming. Kami bercocok tanam dan jadi petani hidroponik paruh waktu,” kata Ketua RT 30 Kampung Atas Air Abdal di Balikpapan Barat, Rabu.
Sesuai sebutan kampungnya, ‘kampung atas air’ tidak punya tanah daratan untuk tanam-menanam. Yang bisa tumbuh di lahan tanah kampung yang selalu terendam air laut hanya pohon-pohon mangrove, bukan rumpun sayuran. Itu pun mangrove, terutama yang masih kecil, mati juga karena akarnya tertutup sampah plastik, jelas Abdal.
Maka hidroponik yang sudah populer di mana-mana itu pun dibawa masuk RT 30 melalui PT Kilang Pertamina Internasional (KPI) Balikpapan yang bertetangga dekat,
KPI membantu membuatkan rumah kaca di pelataran kosong di Grang Trakulu.
Pertamina juga mengadakan bibit dan mendatangkan instruktur untuk mendampingi warga merawat tanamannya.
Kaum ibu yang jadi penggerak utama tanam-tanam hidroponik itu menyebut green house dengan nama Rosela.
Di sisi kanan pintu, di atas rak panjang dari aluminium, disusun rapat pipa paralon seukuran botol kecap besar. Dari lubang-lubang di pipa paralon-paralon itu mencuat menghijau rumpun-rumpun sawi dan selada.
Merawat sayuran perlu ketelatenan. Karena yang akan dimanfaatkan adalah daunnya, daun sawi dan selada harus bebas dari cacat. Jangan sampai diserang hama atau dimakan ulat.
Selama 40 hari sejak ditanami, para ibu bertugas bergantian menjaga sawi dan selada agar aman.
“Alhamdulillah kita bisa sampai panen,” kata Pak RT Abdal.
Di panen perdana ini, seluruh hasil panen dibagi-bagikan kepada warga.
Abdal mengatakan tujuannya agar warga merasakan dulu hasil jerih payah secara langsung dan merasakan manisnya panen sehingga berikutnya kembali bersemangat untuk menanam.
Ke depannya nanti, sayur produksi Rosela akan dijual. Melihat dari penampilan dan kualitasnya, warga percaya sawi dan selada itu bisa dipajang di rak pasar swalayan besar, atau mungkin langsung diborong rumah makan, hotel, atau restoran.
Menurut Humas Kilang Balikpapan Ely Chandra Peranginangin, bertani hidroponik di Margasari awalnya adalah pengembangan dari program pengelolaan sampah terpadu di Kampung Atas Air.
Termasuk bagian dari pengelolaan sampah tersebut adalah juga pengumpulan minyak jelantah atau minyak goreng bekas. Program-program tersebut masing-masing dikerjakan di RT yang berbeda di Margasari.
“Warga RT 30 memilih hidroponik, untuk mendukung peningkatan gizi keluarga dan ketahanan pangan,” kata Chandra.
Dari tanamannya yang menghijau dan panennya yang melimpah, Warga RT 30 jadi percaya diri.
"Kelompok Ibu-Ibu di RT 30 telah membuktikan bahwa mereka mampu membudidayakan tanaman sayuran di tempat yang relatif terbatas. Panen ini menjadi bukti kemampuan kelompok. Semoga budidaya ini bisa jadi contoh bagi kelompok lainnya," kata Chandra.