Paser (ANTARA) - Kepala Dinas Perkebunan dan Peternakan (Disbunak) Kabupaten Paser Djoko Bawono mengatakan sampai saat ini PT Cahaya Bintang Sawit Sejati (CBSS) belum bermitra dengan kelompok tani setempat.
"Alasannya, manajemen PT CBSS di daerah tidak bisa mengambil keputusan sendiri, harus melalui manajemen pusat,” kata Djoko Bawono di Paser, Rabu.
Seperti diketahui PT CBSS yang berada di Kecamatan Kuaro telah menerima sanksi dari Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Paser karena diduga limbah produksi sawitnya telah mencemari lingkungan.
"Soal pencemaran lingkungan itu kewenangan DLH, sementara kami terkait masalah perkebunannya," katanya.
Djoko menjelaskan, berdasarkan Peraturan Daerah (Perda) Kabupaten Paser Nomor 9 Tahun 2018, perusahaan pengolah kelapa sawit wajib bermitra dengan kelompok pekebun (koperasi, kelompok tani, atau gabungan kelompok tani).
Jika bermitra dengan petani di bawah binaan pemerintah, maka tandan buah segar (TBS) yang dibeli perusahaan dari petani, sudah jelas asal usulnya.
“Artinya jika membeli TBS dari petani binaan kami, TBS-nya jelas. Ditanam di lahan yang tidak bermasalah misalnya bukan di lahan kawasan hutan, tidak masuk HGU perusahaan, tidak ditanam di sempadan sungai, dan lahannya sesuai peruntukkan, bukan di lahan pengembangan pangan,” papar Djoko.
Pada April 2021 lalu, Djoko telah menghubungi pihak manajemen, dan menanyakan apakah perusahaan tersebut bisa menjalin kemitraan dengan petani.
“Sudah saya hubungi manajemennya di Balikpapan, mereka hanya menjawab ‘ya, ya’ saja, tapi sampai sekarang belum terealisasi. Saya minta alamat manajemen, katanya tidak tahu. Lho bagaimana ini bekerja kok tidak tahu alamat manajemen pusatnya,” jelas Djoko.
Berdasarkan hasil kunjungan yang pernah dilakukan Disbunak, Djoko mengatakan PT CBSS tidak memiliki kebun baik itu kebun inti maupun kebun plasma. Selama ini pabrik itu membeli dari para tengkulak.
"Fakta lain, perusahaan itu berani membeli TBS dengan harga lebih tinggi dari harga yang dibeli perusahaan lainnya, " terangnya.
Dijelaskan Djoko, pabrik itu memiliki kapasitas produksi 60 ton per jam. Jika setiap harinya berproduksi selama 20 jam, maka diperkirakan menghasilkan 1.200 ton.
“Sementara setiap hari mereka menampung 600 ton, artinya masih bisa menampung 600 ton lainnya. Harapan kami, selebihnya bisa menampung TBS dari para petani setempat,” jelas Djoko.
Diketahui dari 17 pabrik pengolah kelapa sawit di Paser, baru lima perusahaan yang telah menjalin kemitraan dengan petani. Perusahaan tersebut adalah Borneo Indah Marjaya (BIM), Buana Wirasubur Sakti (BWS), Harapan Sawit Sejahtera (HSS), Pucuk Jaya, dan Multi Makmur Mitra Alam.