Penajam (ANTARa Kaltim) - Kepala Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU) Kalimantan Timur Khaeruddin mengaku sudah dipanggil dan diperiksa kejaksaan negeri setempat terkait dugaan "mark up" (penggelembungan harga) pengadaan "whiteboard" tahun 2012.
Khaeruddin di Penajam, PPU, Rabu, mengatakan, dirinya baru mengetahui adanya dugaan "mark up" Rp4 miliar dalam pengadaan "whiteboard" senilai Rp9 miliar tersebut setelah menjalani pemeriksaan di Kejari PPU.
Menurut Khaerudin, pengadaan "whiteboard" tersebut sudah melalui prosedur yang seharusnya, yaitu dilelang melalui Unit Lelang Pengadaan (ULP).
"Saya tidak bisa menentukan apakah dalam pengadaan itu terjadi `mark up` atau tidak. Yang bisa mengatakan ada `mark up` adalah lembaga yang melakukan audit dan memeriksa, di antaranya kejaksaan," jelasnya.
Khaeruddin juga menegaskan, dalam pengadaan "whiteboard" ia menganggap tidak masalah karena pada awalnya anggaran untuk pengadaan tersebut sudah disiapkan melalui APBD 2012.
Setelah itu, Disdikpora melakukan usulan dengan membuat Harga Perkiraan Sendiri (HPS), untuk diserahkan kepada ULP yang bertugas melakukan pelelangan.
Pada saat dokumen termasuk HPS diserahkan, lanjutnya, ULP melakukan verifikasi dan survai harga di lapangan untuk mengecek harga tersebut.
Saat dilakukan survei lapangan itu, katanya, ULP memiliki kewenangan untuk melakukan perubahan HPS.
Namun, ujarnya, ternyata ULP tidak melakukan perubahan apa pun dan pihaknya menilai harganya sudah sesuai.
"Kalau memang harga itu tidak sesuai dari awal pada saat verifikasi pasti akan diubah. Tapi nyatanya ULP menyetujui HPS yang kami ajukan dan dilakukan proses lelang sampai diumumkan pemenang lelang, yang mengerjakan proyek hampir Rp9 miliar ini," ujar Khaeruddin.
Menurut, pihaknya membuat HPS juga berdasarkan survei harga di lapangan. Jadi menganggap bahwa, harga tersebut, memang layak untuk pengadaan "whiteboard".
Semetara itu, mengenai kontrak dalam proyek pengadaan "whiteboard", Khaeruddin mengaku kurang mengetahui secara pasti karena sudah cukup lama. Begitu juga saat ditanya mengenai harga "whiteboard" untuk satu unit dari 130 unit yang dibeli.
Setelah pengadaan whiteboard sudah menjadi masalah hukum, Khaeruddin mengatakan, langkah selanjutnya yang akan dilakukan dengan kooperatif setiap panggilan kejaksaan untuk dimintai keterangan.
"Bahkan saya menyarankan kepada mereka yang sesuai dengan tupoksi, bila dipanggil kejaksaan lebih baik hadir untuk memberikan keterangan," katanya.
Khaeruddin menyatakan, dengan adanya kasus tersebut, maka pihaknya akan menyikapi dengan melakukan evaluasi internal. Evaluasi dilaksanakan guna mencari kelemahan-kelemahan sehingga bisa diantisipasi agar tidak terulang lagi untuk masa yang akan datang.
Khaeruddin juga membantah "whiteboard" kurang bisa difungsikan. Alat ini sangat bagus untuk membantu dalam proses belajar mengajar.
"Agar ini bisa fungsional kan kami juga sudah membelikan LCD dan laptop melalui APBD perubahan 2012 lalu. Jadi alat ini sudah bisa difungsikan," tegasnya.
Bahkan seharusnya "whiteboard", tambah Khaeruddin, bisa fungsional di tingkat sekolah. Bila ternyata masih ada guru yang belum memahami penggunaan alat tersebut, seharusnya bertanya kepada guru yang lebih mengetahui. Mereka bisa belajar secara bersama-sama untuk mengoperasikan "whiteboard" tersebut.
"Apalagi menggunakan `whiteboard` ini bisa lebih cepat memahami setiap pelajaran yang diberikan guru," ucapnya.
Mudah Didapat
Di sisi lain, "whiteboard" canggih merek IQ Board yang diadakan oleh CV Faresh Wannabe dari Tarakan tersebut ternyata gampang dicari informasinya di internet.
Sejumlah situs memberi keterangan lengkap mengenai whiteboard itu, termasuk harga dan cara pembeliannya. Harga mulai dari 4.000 dolar AS, seperti tertulis dalam laman internet milit PT Eazyway Smart Solutions, sebuah perusahaan yang mengageni produk buatan China itu.
Kepala Seksi Pidana Khusus Kejaksaan Negeri PPU Oktorio mengatakan harga 4.000 dolar AS tersebut berarti senilai Rp36 juta per unit.
Dengan jumlah pengadaan mencapai 130 unit, maka akan didapat nilai seluruhnya whiteboard, yaitu Rp4,68 miliar, sementara dana pengadaan dari Disdikpora adalah Rp9 miliar.
Jadi, katanya, memang patut diduga ada penggelembungan harga di situ.
"Dengan membeli sebanyak itu pasti ada potongan harga. Tapi mungkin Disdikpora perlu membuat pelatihan lagi untuk mengoperasikan whiteboard itu, jadi katakanlah Rp1 miliar untuk pelatihan, sehingga total seluruhnya Rp6 miliar, masih ada Rp3 miliar lebih," komentar Kertayasa, penyedia berbagai barang dan jasa yang juga berpengalaman mengadakan alat-alat tulis dan kantor di Balikpapan. (*)