Samarinda (ANTARA) - Kepala Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi (Perindagkop), Usaha Kecil dan Menengah (UKM) Provinsi Kaltim M Yadi Robyan Noor mengatakan, semestinya untuk mengurus sertifikasi halal dari produk UMK gratis karena tidak ada landasan hukumnya.
"Selama ini memang untuk mengurus sertifikasi produk halal, pelaku UMK harus membayar, padahal semestinya itu gratis karena tidak ada payung hukum yang mengatur bahwa itu harus berbayar," ujar Roby, panggilan akrabnya di Samarinda, Rabu.
Biaya sertifikasi halal khususnya bagi UMK yang sebelumnya mencapai Rp3 juta hingga Rp4 juta, oleh Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) saat ini diturunkan menjadi Rp650 ribu.
Meski sudah diturunkan biayanya, namun Roby mengatakan bahwa sertifikasi halal berbayar tidak perlu terjadi karena sasarannya adalah pelaku usaha mikro dan kecil, sehingga jika ada yang memungut, maka hal itu belum ada aturan yang memayungi.
Ditanya mengenai petugas yang mengurus sertifikasi halal perlu biaya operasional seperti untuk administrasi maupun untuk mengecek lokasi UMK, ia mengatakan bahwa itu soal lain, karena yang utama adalah membantu UMK sehingga tidak perlu pasang tarif.
Untuk memperoleh sertifikasi halal bagi pelaku UMK, pihaknya menargetkan tahun ini ada 100 UMK yang memperoleh sertifikasi halal. Untuk memperolehnya pun para pelaku UMK tidak perlu membayar.
"Provinsi Kaltim memiliki 10 kabupaten/kota, jika dibagi rata tiap kabupaten/kota ada 10 UMK yang memperoleh sertifikasi halal, maka total UMK yang mendapat sertifikasi halal tahun ini sebanyak 100 UMK," katanya.
Untuk tahun lalu, lanjut dia, realisasi sertifikasi halal gratis yang didampingi oleh Dinas Perindagkop dan UMK Kaltim sebanyak 40 UMK. Dari jumlah ini, yang paling banyak mengurus sertifikasi halal adalah dari Samarinda, Balikpapan, dan Bontang.
Ia memaklumi mengapa tiga kota ini yang paling banyak mengurus sertifikasi halal, karena selain tiga kota tersebut yang memiliki UMK paling banyak di Kaltim juga karena lokasinya di daerah perkotaan yang masyarakatnya cenderung kritis soal produk yang akan dikonsumsi.
UMK yang membutuhkan sertifikasi halal tersebut kebanyakan mereka yang menyuplai produk olahan ke swalayan, sementara di swalayan menyaratkan bahwa produk yang dijual salah satunya harus bersertifikasi halal.
"Pelaku UMK yang mengurus sertifikasi halal biasanya yang menyuplai produk minimal ke swalayan, tapi bagi UMK yang dipasarkan sendiri cukup dengan izin Produksi Industri Rumah Tangga (PIRT), namun tetap kita dorong mengurus sertifikasi halal secara gratis," katanya.