Nunukan (ANTARA Kaltim) - Warga Pulau Sebatik Kabupaten Nunukan Kalimantan Utara (Kaltara) merasa sangat dirugikan akan penutupan jalur penyeberangan speed boat ke Tawau oleh pemerintah Malaysia sejak Januari 2013.
Deng Iming, pengusaha ternak ayam Pulau Sebatik, di Sebatik, Sabtu, menyatakan, penutupan tersebut dilakukan sepihak oleh pemerintah Malaysia tanpa melibatkan pemerintah Kabupaten Nunukan.
Padahal, lanjut dia, telah ada kesepakatan antara pemerintah Indonesia dengan Malaysia melalui perjanjian lintas batas yang dibuat bersama tahun 1967.
Dalam klausul perjanjian itu, kata Deng Iming, hanya mengatur soal batasan belanja warga Indonesia (Nunukan) yakni maksimal 600 ringgit Malaysia sekali berbelanja dan tidak ada poin yang mengatur soal sarana transportasi yang digunakan.
"Semestinya pemerintah Malaysia tidak memutuskan sesuatu yang berkaitan dengan penutupan jalur penyeberangan speed boat Sebatik-Tawau (Malaysia) secara sepihak karena ada perjanjian lintas batas yang telah disepakati," tegas dia.
Ia mengatakan, penutupan jalur penyeberangan Sebatik-Tawau sejak Januari 2013 itu sangat berdampak pada kondisi perekonomian masyarakat perbatasan karena selama ini sebagian besar berbelanja kebutuhan sehari-hari di negara tetangga tersebut.
Sebenarnya, sebut Deng Iming, masyarakat Pulau Sebatik telah lama kepastian dibukanya kembali jalur penyeberangan itu agar tidak merugikan puluhan pengusaha speed boat di pulau itu.
"Selama penyeberangan speed boat Sebatik-Tawau, puluhan speed boat tidak tidak beroperasi. Akibatnya kerugian saja yang dialami selama empat bulan ini," ujarnya.
Bahkan Deng Iming menyayangkan belum adanya solusi yang diberikan pemerintah Malaysia dan Indonesia sampai sekarang meskipun telah dilakukan beberapa kali negosiasi termasuk dengan perwakilan Indonesia di Malaysia.
Tidak adanya solusi sampai sekarang, maka dia menilai pemerintah Malaysia telah melecehkan masyarakat Pulau Sebatik yang melarang menyeberang ke Tawau jika tidak menggunakan sarana transportasi sesuai keinginannya yaitu kapal angkutan resmi berkekuatan 17 GT.
Pada kesempatan yang sama, pengusaha lokal Pulau Sebatik bernama H Herman, turut menyayangkan tindakan pemerintah Malaysia tersebut yang sewenang-wenang menutup jalur penyeberangan speed boat yang selama ini menjadi mata pencaharian sebagian masyarakat Sebatik.
Kedua pengusaha ini juga beranggapan bahwa dengan keputusan sepihak perjanjian lintas batas tahun 1967 itu pemerintah Malaysia telah melakukan pelanggaran kesepakatan bersama.
Oleh karena itu, keduanya mengharapkan adanya campur tangan pemerintah pusat (Indonesia) untuk menyelesaikan masalah ini dengan membicarakannya kembali dengan pemerintah Malaysia. (*)
Warga Sebatik Merasa Dirugikan Pemerintah Malaysia
Sabtu, 27 April 2013 19:29 WIB