Balikpapan (ANTARA) - Indosat Ooredoo Hutchison (Indosat) bersama dengan Global System for Mobile Communication Association (GSMA), akan memberikan pelatihan pemetaan wilayah laut, pesisir, dan pantai bagi masyarakat Desa Setabu, Kecamatan Sebatik Barat, Kabupaten Nunukan, Kalimantan Utara.
“Program ini kami sebut Digitalisasi Konservasi Mangrove di Kalimantan Utara,” kata Presiden Direktur dan CEO Indosat Ooredoo Hutchison Vikram Sinha di Balikpapan awal pekan ini.
Dalam lingkup pendampingan masyarakat, pemetaan seperti ini disebut pemetaan partisipatif, masyarakat yang mengenal lingkungan dan alam hidupnya sehari-hari menyepakati atau mengompilasi berbagai hal yang ada di dalam ruang hidupnya itu, dan menaruh ikon dari hal tersebut di lembar peta yang dibuat bersama.
Hal tersebut bisa berupa nama tempat, lokasinya, peruntukan atau manfaatnya, pemiliknya, hingga legenda atau cerita dibaliknya.
Pemetaan di Setabu terutama untuk mengetahui kondisi hutan mangrove secara menyeluruh, seperti formasi spesies pembentuknya, ketebalannya, kelompok usia pohon-pohonnya, sampai populasi dan spesies satwa yang ada di dalamnya.
Di wilayah laut akan dicatat kedalaman, arus, kondisi dasar laut semisal ada padang lamun atau terumbu karang. Juga turut dipetakan apa saja yang ada dalam bentang alam di pesisir dan pantai Setabu, termasuk pemukiman dan sarana-prasarana yang ada.
Pemetaan wilayah laut dan pesisir Desa Setabu ini akan menggunakan aplikasi QField dan berbagai data, juga aplikasi lainnya, dari sumber-sumber terbuka di internet seperti koordinat dari GPS, data geospasial dari QGIS.
Aplikasi QField adalah aplikasi pengumpul data lapangan pemetaan yang dapat dijalankan di telepon seluler atau handphone berbasis android. QField tetap bisa bekerja walaupun sedang offline atau lepas dari sinyal seluler.
“Sudah pasti penggerak utama kegiatan ini adalah warga, masyarakat, bersama tokoh-tokohnya,” lanjut Sinha.
Sebelumnya pada Senin (22/5) Sinha mengunjungi Tarakan dan bertemu dengan para pemegang wewenang untuk program pelestarian mangrove tersebut, yaitu pemerintah Desa Setabu, Camat Sebatik Barat, Pemkab Nunukan, dan Pemprov Kaltara.
Termasuk juga para ahli di Universitas Borneo di Tarakan di mana atas nama Indosat Vikram Sinha juga menandatangani nota kesepahaman untuk pendampingan warga Setabu.
Hasil dari pemetaan nanti, antara lain, akan dibuatkan map atau peta digital yang bisa menjadi acuan dari banyak perencanaan dan kegiatan masyarakat desa untuk kesejahteraan bersama.
“Juga untuk melindungi mangrove dalam jangka panjang,” kata Sinha lagi.
Saat ini Desa Setabu sudah memiliki kawasan mangrove yang terpelihara. Karena informasi yang kini mudah didapat lewat internet di telepon genggam, warga jadi tahu kawasan mangrove bila dipelihara, juga akan memelihara, bahkan memberi nilai tambah ekonomi.
Kawasan mangrove adalah tempat berbagai jenis ikan bertelur, kepiting berkembang biak, dan rumah bagi beragam jenis burung dan reptil, dan di kawasan tertentu di Kalimantan, juga dihuni bekantan (Nasalis larvatus) alias monyet berwarna oranye yang jantannya berhidung sebesar terong dan di mata Urang Banjar di selatan, mirip pria kulit putih dari Belanda.
Dengan semua yang dimilikinya itu, kawasan mangrove bisa menjadi tempat tujuan wisata, terutama wisata alam dan pendidikan, dan membawa dampak ikutannya. Setabu bahkan kini berpredikat desa wisata mangrove.
Sementara itu, adalah juga fakta bahwa Setabu adalah desa penghasil rumput laut dan memiliki banyak tambak udang. Kawasan penanaman rumput laut dan tambak udang telah mengambilalih cukup luas lahan hutan mangrove.
Tidak hanya itu, sampai beberapa waktu lalu masyarakat juga percaya bahwa mangrove membawa pengaruh buruk pada produktivitas tambak udang mereka.
Tambak yang berada dekat lahan mangrove yang masih utuh disebutkan tidak memberikan panen maksimal, karena itu kemudian pohon-pohon bakau (Rhyzopora mucronata, Rhyzopora apiculata) ataupun api-api (Avicennia), juga parepat (Sonneratia alba) kadang ditebangi oleh masyarakat.
Karena itu, selain membuat peta bersama, Indosat juga memperkenalkan solusi digital berbasis Internet of Things (IoT) kepada para petambak udang di Setabu. Solusi itu adalah memantau kondisi air dalam tambak, khususnya yang berdekatan dengan wilayah tumbuh mangrove, dengan alat yang ditaruh di tambak dan terhubung dengan aplikasi yang dipantau dari Tarakan di Universitas Borneo.
“Data dari lapangan diolah di kampus, hasilnya baru dibagikan kepada petambak lewat telepon seluler masing-masing,” jelas Humas Indosat Nataziah.
Dengan demikian, petambak akan dapat mengambil tindakan yang diperlukan agar udangnya aman dan dapat tumbuh maksimal.
Selama ini sudah diketahui bahwa kualitas air laut lah yang sebenarnya mempengaruhi produktivitas tambak, bersamaan dengan cuaca dan curah hujan. Kualitas air laut berarti mengukur tingkat keasaman (pH) tanah tambak, hingga oksigen terlarut di dalam air (dissolved oxygen) yang berasal dari fotosintesis dan penyerapan dari udara.
Maka anggapan tentang hutan mangrove menyebabkan produksi udang menurun bisa diluruskan. Diharapkan juga produktivitas tambak-tambak kecil meningkat sambil menghindarkan mangrove dari ancaman penebangan untuk perluasan tambak.
“Kami yakin digitalisasi akan mampu mengurangi dampak kerusakan alam dan memaksimalkan berbagai potensi yang belum tersentuh untuk meningkatkan perekonomian masyarakat sekitar. Indosat akan selalu menyambut upaya-upaya kerjasama untuk memberdayakan Indonesia,” kata Sinha.
Program berkelanjutan ini juga didukung Kementerian Kerjasama Ekonomi dan Pembangunan (BMZ) Republik Federal Jerman, juga oleh BUMN Jerman Deutsche Gesellschaft fur Internationale Zusaamenarbeit (GIZ).
Program Digitalisasi Konservasi Mangrove di Kaltara ini juga dilatari keinginan para pihak untuk turut bertindak menghadapi dampak perubahan iklim, sambil meningkatkan ketahanan lingkungan dan ekonomi masyarakat setempat.
“Sebagai perusahaan jasa telekomunikasi seluler, inilah yang bisa kami lakukan,” kata Sinha.
Ketika kemudian GSMA juga berkomitmen mendukung upaya menghadapi perubahan iklim global dengan memaksimalkan teknologi digital, maka Indosat dan GSMA pun sepakat bekerja sama.
Demikian pula halnya dengan BMZ dan GIZ. Nota kesepahaman ditandatangani di Barcelona pada Maret lalu dan melahirkan kegiatan di Sebatik.