Balikpapan (ANTARA Kaltim) - Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Kalimantan Timur (Kaltim) mengungkapkan biaya produksi barang dan jasa di daerah itu mengalami kenaikan 20-30 persen menyusul kenaikan tarif tenaga listrik (TTL).
"Begitulah faktanya, kami terpaksa juga menaikkan harga barang dan jasa," kata Ketua Apindo Kaltim Slamet Brotosiswoyo di Balikpapan, Sabtu.
Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Kota Balikpapan, Rendy Ismail juga mengungkapkan kenaikkan TTL mengurangi margin keuntungan pelaku usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) sampai 50 persen.
"Selama ini pelaku usaha UMKM mematok margin keuntungan sekitar 10 hingga 20 persen dari harga penjualan. Kenaikan TTL ini tentu akan berdampak sekali, apalagi bagi mereka yang menggunakan listrik sebagai komponen utama produksi," ungkap Rendy Ismail.
Terlebih lagi bila pengusaha tersebut meminjam dana dari pihak lain untuk menjalankan usaha. Bebannya akan bertambah berat dengan beban bunga pinjaman yang harus dibayar.
Selain itu, daya saing produk UMKM juga rentan tergerus karena gempuran produk asing dengan harga yang relatif murah.
"Itu juga yang jadi persoalan, sekarang kan banyak produk dari luar ikut menyerbu Balikpapan sementara UMKM sulit bersaing di sisi harga, apalagi biaya produksi meningkat begini," papar Rendy.
Hal tersebut juga disadari Kepala Dinas Perindustrian Perdagangan dan Koperasi (Disperindagkop) Kota Balikpapan Doortje Marpaung. Kenaikkan biaya produksi memang menjadi dampak yang harus ditanggung pelaku usaha.
"Itu bagian dari risiko usaha," kata Doortje.
Dia menyebutkan data Disperindagkop Balikpapan pada tahun 2012 lalu ada 17.981 unit usaha di kota minyak itu. Mereka terdiri dari usaha mikro sebanyak 28 unit usaha, usaha kecil sebanyak 11.998 unit, usaha menengah sebanyak 4.272 unit, dan usaha berskala besar 1.683 unit usaha.
"Saya yakin para pengusaha itu selalu menemukan cara untuk bertahan dan tetap meraih keuntungan, jadi bukan sekedar untuk bertahan saja. Hakikatnya `kan demikian," sebut Doortje Marpaung. (*)