Jakarta (ANTARA) - Simbol "agitos" Paralimpiade dicopot dari Teluk Tokyo, Senin, sehari setelah pesta olahraga untuk atlet penyandang disabilitas itu ditutup di Stadion Nasional, menandai berakhirnya penyelenggaraan pertandingan di ibu kota Jepang itu.
Logo berbentuk bulan sabit berwarna merah, biru dan hijau membentuk simbol Paralimpiade itu berada di atas tongkang Taman Laut Odaiba sejak sebelum acara olahraga itu berlangsung selama 13 hari.
Sekitar pukul 10.30 waktu setempat, seperti dilaporkan Kyodo, tongkang yang membawa instalasi seberat 94 ton dengan panjang 23,4 meter dan tinggi 17,5 meter itu ditarik dengan kapal menuju Yokohama, tempat pembuatan tugu agitos tersebut yang nantinya juga akan menjadi tempat didaur ulang.
Menyala pada malam hari, simbol agitos Paralimpiade diperkenalkan ke publik menjelang Paralimpiade, yang dimulai pada 24 Agustus dan berlangsung hingga Minggu.
Simbol tersebut menggantikan cincin Olimpiade yang berdiri di tempat yang sama sepanjang acara olahraga tersebut berlangsung antara 23 Juli hingga 8 Agustus.
"Meskipun ada banyak pendapat yang menentang (pertandingan), saya terdorong dengan upaya para atlet. Saya saat ini akan merindukan pertandingan tersebut setelah selesai," kata Yasumoto Takei (43) yang menyaksikan proses pencopotan simbol agitos.
Para atlet dan ofisial dari luar negeri, Senin, juga dilaporkan meninggalkan kampung atlet di distrik tepi laut Harumi Tokyo untuk kembali ke negaranya.
Seorang perempuan berusia 44 tahun yang tinggal di dekat kampung atlet berkata, "Saya merasa sedikit sedih dan lega karena saya tidak akan dapat melihat pemandangan ini lagi."
Di bandara Narita dekat Tokyo, banyak atlet dari luar negeri mengantre di konter check-in. Beberapa terdengar mengatakan "arigato," yang berarti terima kasih dalam bahasa Jepang, kepada orang-orang di sekitar mereka saat melewati pos pemeriksaan keamanan.
Sementara itu, di sebuah alun-alun di luar Stasiun JR Tokyo, para pekerja menurunkan bendera "Tokyo 2020" yang telah digantung di tiang lampu jalan.
"Saya sedih (pertandingan) sudah berakhir. Meskipun sulit di bawah pandemi virus corona, saya berharap Olimpiade dan Paralimpiade dapat dijadikan contoh untuk acara lain yang akan diadakan," kata pria berusia 48 tahun dari Yokohama.
Olimpiade dan Paralimpiade diadakan setelah penundaan satu tahun karena krisis kesehatan global, memaksa penyelenggara untuk menggelar acara tanpa penonton di sebagian besar arena pertandingan.