Kinabalu (ANTARA Kaltim) - Bayangan suram akan masa depan anak-anak Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang bekerja di Negara Bagian Sabah, Malaysia, perlahan namun pasti tampaknya mulai sirna.
Hak memperoleh pendidikan yang pada masa lalu sulit didapat karena adanya aturan pemerintah setempat, kini sudah bisa dinikmati anak-anak Indonesia yang orang tuanya bekerja di wilayah Negara Bagian Sabah, Malaysia.
Bertempat di Jalan Sulaman, AlamMesra Plaza Utama, Kota Kinabalu, Sabah, sebanyak 517 anak TKI mulai jejang Sekolah Dasar (SD) hingga Sekolah Menengah Pertama (SMP) mengeyam nikmatnya dunia pendidikan, seperti anak-anak Indonesia lainnya yang tidak harus `terlantar` di negeri orang hanya karena mengikuti orang tua mereka untuk mencari nafkah.
"Sekolah ini memang diperuntukkan bagi anak-anak TKI yang selama bertahun-tahun seolah tidak memiliki masa depan karena harus mengikuti orang tuanya di kawasan perkebunan kelapa sawit," ungkap Konsul Jenderal Republik Indonesia di Kinabalu, Sabah, Malaysia, Soepeno Sahid.
Tidak seperti sekolah pada umumnya yang ada di Indoensia, Wadah bagi anak-anak TKI mengenyam pendidikan formal yang diberi nama Sekolah Indonesia Kota Kinabalu (SIKK) itu, hanya menempati sebuah ruko berlantai tiga di kawasan Kota Kinabalu.
Ditempa 30 pengajar yang didatangkan oleh Kementerian Pendidikan RI, anak-anak TKI tersebut setiap hari mengikuti pelajaran, layaknya materi pelajaran yang diterapkan di tanah air.
"Kurikulum yang digunakan tetap mengacu pada metode pendidikan di Indonesia. Jadi, pendidikan yang diberikan kepada anak-anak TKI disini, setara dengan di Indonesia," ucap Soepeno Sahid.
Namun, semangat mereka terlihat `menggelora` ketika mengikuti upacara peringatan Hari Pahlawan 1 Nopember 2012 yang dilaksanakan di halaman SIKK di kawasan pertokoan AlamMesra Plaza Utama, Kota Kinabalu.
Mengenakan pakaian berwarna putih biru, seragam khas bagi pelajar SMP Indonesia, anak-anak TKI itu terlihat begitu khidmat mengikuti upacara bersama para staf KJRI dan sejumlah mahasiswa Indonesia yang menempuh pendidikan di negeri Jiran.
"Sebenarnya, pada Sabtu dan Minggu, kegiatan belajar di SIKK libur namun karena ada upacara peringatan Hari Pahlawan sehingga mereka dengan senang hati ikut menggelorakan peringatan Hari Pahlawan," kata Soepeno Sahid yang bertindak sebagai pembina upacara pada Peringatan Hari Pahlwan di Kota Kinabalu tersebut.
Suasana berada di Indonesia pada peringatan Hari Pahlawan itu terasa semakin kuat tatkala melihat sejumlah anak-anak berpakaian putih-merah, seragam Murid SD Indonesia terlihat bermain di sepanjang kawasan pertokoan Alam Mesra Plaza Utama, Kota Kinabalu.
Walaupun menggunakan bahasa Melayu, layaknya dialek orang Malaysia, namun seragam sekolah yang dikenakan anak-anak tersebut membawa nuansa tanah air kian kental di ujung Pulau Kalimantan tersebut.
"Mereka anak-anak TKI yang juga murid SIKK tingkat SD dan juga setiap Sabu dan Minggu libur. Anak-anak SD itu rencananya akan mengikuti upacara namun ikut mereka ikut upacara maka lapangan tidak ada cukup sehingga hanya sebagian pelajar SMP yang disertakan," ungkap Seopeno Sahid.
Terdapat 53 ribu anka-anak TKI yang tersebut di lima wilayah administratif Sabah, dan baru sekitar 16.800 anak yang mengenyam pendidikan di 152 sekolah formal dan non formal.
Selain SIKK sebagai jalur pendidikan formal, anak-anak TKI itu juga mendapatkan pendidikan dari sekolah non formal atau Community Learning Center (LCC) yang diselenggarakan KJRI di Sabah dengan bekerja sama dengan sebuah LSM asal Demmark.
"Jadi, tersisa sekitar 39 ribu anak-anak TKI yang belum menikmati pendidikan sehingga perlu kerja keras agar mereka juga dapat menikmati hak-hak dasar yakni menempuh pendidikan, seperti anak-anak Indonesia lainnya," katanya.
"Community Learning Center tersebut tersebar di sejumlah kawasan perkebunan kelapa sawit di Sabah dan terbesar di wilayah Tawau dan Sandakan. Tenaga pengajarnya dari masyarakat setempat baik istri para pekerja perkebunan kelapa sawit maupun dari penggiat pendidikan," ungkap Soepeno Sahid.
Namun, kecemasan anak-anak TKI dalam mengenyam dunia pendidikan di Sabah kembali sirna tatkala mereka selesai menempuh pendidikan di jenjang SMP.
Pihak Kerajaan Malaysia belum memberikan `restu` kepada KJRI untuk membuat sekolah hingga jenjang Sekolah Menengah Atas (SMA).
"Terpenting, bagaimana anak-anak TKI itu dapat mengenyam pendidikan dasar sembilan tahun. Namun, kami tetap berupaya agar mereka bisa tetap melanjutkan pendidikan ke jenjang selanjutnya," ungkap Sopeno Sahid.
Kepala SIKK Sabah, Dadang Hermawan, mengatakan, melalui pendidikan dasar sembilan tahun tersebut, anak-anak TKI tidak lagi harus mengikuti jejak orang tuanya sebagai buruh perkebunan kelapa sawit.
"Setidaknya, mereka dapat menjadi mandor atau pekerja menengah di oerkebunan kelapa sawit dan tidak mengikuti jejak orang tuanya sebagai buruh. Namun kami akan tetap memperjuangkan pendidikan bagi anak-anak TKI ini hingga ke jejang SMA," kata Dadang Hermawan.
Dalam upaya menanggulangi serbuan TKI ke Malaysia kata Dadang Hermawan, semestinya, pemerintah Indonesia, khususnya Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur, membuat sekolah khusus di wilayah perbatasan untuk menampung anak-anak TKI yang telah mengenyam pendidikan di SIKK.
"Jika ada SMK Perkebunan Kelapa Sawit di wiayah perbatasan saya optimistis jumlah TKI yang akan ke Malaysia berangsur-angsur akan menurun sebab anak-anak TKI tentunya lebih memilih bekerja di negeri sendiri walaupun penghasilannya relatif lebih kecil, mereka tentunya akan merasa nyaman dan aman bekerja di Indonesia yang resikonya relatif tidak ada dan bisa tetap saling berkunjung ke orang tua mereka yang bekerja di Malaysia," ungkap Dadang Hermawan.
Sekolah TKI Terbesar
Dalam upaya meningkatkan kualitas dan kuantitas pendidikan bagi anak-anak TKI mapun WNI yang berada di Malaysia, KJRI tengah membangun sebuah sekolah membangun gedung Sekolah Indonesia Kota Kinabalu SIKK di Kota Kinabalu yang merupakan sekolah luar negeri terbesar.
Pembangunan gedung SIKK yang dapat menampung hingga 1.920 pelajar SD hingga SMP itu dimulai pada 11 Nopember 2011 dan direncanakan selesai pada April 2013.
Gedung SIKK yang dibangun diatas lahan seluas 1,8 hektare Kampung Malawa Industrial Park Kota Kinabalu dan menelan dana yang bersumber dari Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) sebesar RM9,3 juta atau Rp28,83 miliar itu memiliki 12 ruangan belajar untuk Sekolah Dasar (SD), enam ruang belajar SMP dan dipersiapkan pula enam ruang belajar bagi siswa SMA.
Pada kawasan tersebut juga dilengkapi berbagai fasilitas penunjang lainnya diantaranya, empat buah laboratorium yaitu laboratorium IPA, bahasa, komputer dan seni ditambah lapangan futsal dan gedung olahraga lainnya, lima unit perumahan guru, musholla.
"Jadi, anak-anak TKI yang selama ini menempati ruko di AlamMesra Plaza Utama, Kota Kinabalu, akan dipindahkan ke gedung yang baru itu. Proyek pengerjaannya saat ini masih terus berjalan dan kami berharap dapat selesai sesuai target," kata Konsul Jenderal RI di Kinabalu, Sabah, Soepeno Sahid. ***1***
Secercah Harapan Bagi Anak TKI di Sabah
Minggu, 11 November 2012 0:10 WIB