Balikpapan (ANTARA) - Komisi Informasi Pusat dan Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI) menandatangani Nota Kesepahaman Bersama Memory of Understanding (MoU) Peran Media Siber Mendorong Keterbukaan Informasi Publik.
Kerja sama ini dalam rangka untuk penguatan tata kelola informasi Publik di Indonesia.
Kerja sama dua lembaga ini didasari pemahaman bersama bahwa keterbukaan informasi publik merupakan sarana mengoptimalkan pengawasan publik terhadap penyelenggaraan negara.
Kerja sama ini juga upaya pemenuhan hak informasi publik dan hak atas akses informasi publik yang dijamin UUD 1945, Undang-Undang Nomor 14 tahun 2008 Tentang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP).
Ketua Komisi Informasi Publik Gede Narayana dalam pengantar penandatanganan yang dilakukan secara virtual menyampaikan kerja sama ini dapat mendukung keterbukaan informasi publik.
“Sehingga pelaksanaan keterbukaan informasi publik bisa tersiar serta diinformasikan kepada masyarakat luas,” jelasnya pertengahan pekan ini di Jakarta.
Dalam kesempatan yang sama Ketua Umum AMSI Wenseslaus Manggut menyampaikan nota kesepahaman ini untuk memaksimalkan partisipasi publik dalam pengelolaan negara, terutama dalam mengawasi jalannya program pemerintah dengan informasi yang memadai bagi publik.
“Menyediakan informasi yang memadai itu adalah tanggung jawab media massa. Dan informasi yang memadai bisa disajikan bila media memiliki akses kepada sumber informasi. Informasi yang memadai itu menyangkut apa saja, termasuk data,” kata Wenseslaus Manggut.
Ia menambahkan, akses terhadap data tidak saja membuat jurnalisme menjadi berkualitas.
“Tapi juga membuka kesempatan bagi publik untuk memahami jalannya negara dalam data dan angka.”
Penandatanganan kesepahaman dilanjutkan dengan rangkaian Dengar Pendapat Publik Perbaikan Sengketa Informasi Publik Wilayah Indonesia Timur melibatkan AMSI Papua. Diskusi ini dihadiri 29 perwakilan media anggota AMSI dari Indonesia Timur, akademisi dan lembaga swadaya masyarakat.
Selain menyelenggarakan diskusi publik, AMSI juga melakukan review kebijakan terhadap draft Revisi Peraturan Komisi Informasi (Perki) Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Prosedur Penyelesaian Sengketa Informasi Publik. Prosedur ini merupakan faktor penting yang menentukan kualitas performa penyelesaian sengketa informasi. Dua ekspert yang dilibatkan adalah Dessy Eko Prayitno dan Astrid Deborah.
Komisioner Komisi Informasi Arif Kuswardono saat sesi Dengar Pendapat Publik Wilayah Barat menyampaikan upaya perbaikan prosedur sengketa informasi sedang dilakukan agar ke depan tidak terjadi penumpukan kasus karena lambatnya proses sengketa.
“Kemudahan dan kecepatan menjadi hal yang perlu terus diupayakan akan kami catat. Sengketa adalah satu bagian saja sedang di hulunya adalah perbaikan layanan agar publik dan jurnalis mendapatkan informasi publik yang berkualitas,” katanya.
Sementara Dessy Eko Prayitno menyampaikan Badan Publik perlu didorong agar terus lebih cepat membuka informasi publik. Ia melihat saat ini masih ada masalah pada Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik karena masih memberikan ruang hingga 100 hari kerja bagi badan publik untuk membuka data.
“Tapi untuk penyelesaian sengketa, Komisi Informasi mempunyai peran untuk mendesain aturan agar proses sengketa bisa lebih cepat,” ujar Eko.
Ia menambahkan ketika informasi dapat diperoleh dengan cepat, sumber terpercaya, maka dapat membantu pemberantasan hoaks.