Paser (ANTARA) - Kenaikan harga kedelai selama beberapa bulan terakhir membuat salah seorang pengrajin sekaligus pedagang tempe dan tahu di Kabupaten Paser harus mengurangi ukuran agar dagangannya tetap laku di pasaran.
Nuryanti (47), salah seorang pedagang di Pasar Induk Senaken Kabupaten Paser mengaku harus menyiasati kenaikan harga dengan mengurangi volume tanpa mengurangi kualitas dagangannya.
“Karena harga kedelai naik, saya siasati dengan mengurangi ketebalan tempe dan tahu,” kata Nuryanti Senin (18/1).
Menurutnya untuk penjualan tempe terpaksa dikurangi ketebalan potongannya dan untuk tahu biasanya 10 potong jadi 9 potong perbungkus. Hal itu dilakukan agar produksi tempe dan tahu tetap terus berjalan dan tidak mengalami kerugian.
"Siasat dengan mengurangi ukuran namun dijual dengan harga tetap yakni Rp4.000 per potong.Hal tersebut lebih baik ketimbang menaikan harga," katanya.
Nuryanti menjelaskan sebelum adanya kenaikan harga kedelai per 50 kilogram atau per karung harganya berkisar Rp380 ribu sampai Rp400 ribu. Namun saat ini harganya mencapai Rp505 ribu per 50 kilogram atau perkarungnya.
Dikemukakannya saat pandemi COVID-19 sangat berdampak bagi pedagang tempe dan tahu di pasar induk Senaken. Hal itu terlihat dari menurunnya jumlah produksi kedelai di pasar tersebut.
"Sebelum pandemi kami bisa menghabiskan kedelai kurang lebih 3 karung tapi sekarang hanya 2 karung," ungkap Nuryanti.
Nuryanti telah lama bekerja sebagai pengrajin kedelai. Bersama suaminya, usaha itu sudah ia geluti sejak 1990 lalu.
Ia berharap pemerintah dapat mengatasi kenaikan harga kedelai dan memberikan modal usaha kepada para pedagang agar tetap bisa berproduksi.
“Nanti kalau kita naikkan harga, kasihan masyarakat. Kami berharap ada bantuan modal sehingga bisa tetap produksi,” harapnya.