Sangatta (ANTARA News Kaltim) - Dua belas perajin tahu dan tempe di Sangatta Kutai Timur Kalimantan Timur skala kecil dalam beberapa bulan terakhir menghentikan usahanya alias tutup.
Penutupan sejumlah industri tahu dan tempe itu karena tidak mampu bertahan akibat tingginya biaya produksi akibat kenaikan bahan baku kedelai,kata Ketua Perajin Tahu Tempe Kutai Timur, H Kusni di Sangatta, Kamis.
"Sampai hari ini, yang saya ketahui 12 perajin tahu dan tempe di Kutai Timur tutup alias bangkrut karena tidak mampu bertahan akibat tingginya harga bahan baku kedelai," katanya menandaskan.
Para Perajin yang tutup masing-masing di Sangatta 6 perajin, Rantau Pulung (1), Muara Wahau (2), Kabo Jaya (1), Sangkulirang dan sekitarnya masing-masing 2 perajin.
Menurut H. Kusni, perajin tahu dan tempe yang bangkrut itu, pihakanya tidak mampu bertahan akibat semakin tingginya biaya produksi.
"Harga kedelai naik terus, sedangkan harga jual tahu dan tempe tidak naik," ujarnya.
Perajin yang masih bertahan harus pintar-pintar mengatur dan menyiasati agar usahanya tidak merugi atau tidak ikut bangkrut. Misalnya ukurannya dikurangi sedikit.
"Kami tidak untung banyak, tetapi juga tidak rugi. Kalau ditanya pembeli kenapa kecil harus jujur dijawab bahwa bahan baku naik mereka akan mengerti," kata H. Kusni yang membuka usahanya di Pinang Dalam Sangatta Utara.
Dikatakan Kusni, saat ini harga Kedelai di pasaran berkisar Rp8.500-Rp9.000 per kilogram yang sebelumnya Rp6.000-Rp6.500 per kg, atau naik rata-rata sebesar Rp2.500-Rp3.000 per kg.
"Saya juga kurangi produksi 50 persen menjadi 1.500 kg per hari sebelumnya produkinya rata-rata 300 kg per hari. Yang penting usaha saya tidak putus dan tetap bertahan," katanya.
Sebelum harga kedelai naik, kata dia, stok kedelai di gudang rata-rata 12 ton per bulan. Sekarang, hanya berani 5 ton. "Yang penting tidak kosong," ujarnya.
Sementara itu, H. Karimun, perajin tahu dan tempe di Singa Geweh Sangatta Selatan yang juga mengatakan bahwa dirinya harus menutup dua pabrik dari tiga pabriknya karena tingginya biaya produksi yang naik berlipat-lipat.
"Banyak teman yang menutup usahanya, termasuk saya menutup dua unit pengolahan, karena biaya operasional mahal," kata Karimun.
Ia mengatakan bahwa dahulunya tempat pengolahan tahu ada tiga unit dengan produksi rata-rata 600 biji tahu sehari atau rata-rata 1.800 biji tahu dan tempe sehari. Kini, hanya 300 biji tahu dan 300 tempe per hari.
Menurut Karimun yang memulai usahanya di Sangatta sejak 1971 sampai sekarang tetap jalan karena memiliki cara mengatasi kenaikan harga kedelai.
"Jadi, biar pun harga kedelai semakin mahal, kami tetap produksi walaupun untung sedikit yang penting tetap jalan," katanya menandaskan. (*)